Daftar Blog Saya

Kamis, 13 Desember 2012

DIARE

KONSEP DASAR
PENYAKIT GASTRO ENTERITIS /DIARE


I. Pengertian 

Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan jumlah tinja lebih banyak dari biasanya (normal 100-2—ml perjam tinja), dengan tinja berbentuk cairan atau setengah cair (setengah padat) dapat pula disertai frekuensi defekasi yang meningkat.

Menurut WHO (1980) Diare adalah buang air besar encer atau cair lebih dari 3 kali sehari.

Diare terbagi dua berdasarkan mula dan lamanya, yaitu diare akut dan diare kronik.

a. Diare Akut
Diare akut adalah diare yang awalnya mendadak dan berlangsung singkat,dalam beberapa jam sampai 7-14 hari.

Etiologi.
Infeksi merupakan penyebab utama, baik oleh bakteri, parasit maupun virus. Penyebab lain adalah toksin dan obat, nutrisi enteral diikuti puasa yang berlangsung lama, kemoterapi, impaksi fekal (overflow diarrhea) atau berbagai kondisi lain.

Patogenesis.
Diare akibat infeksi terutama ditularkan secara fekal oral. Penularannya adalah transmisi orang ke orang melalui aerosolisasi (Norwalk,rotavirus), tangan yang terkontaminasi (clostridium difficile),atau melalui aktifityas seksual.
Faktor penentu terjadinya diare akut adalah faktor penyebab (agent) dan faktor pejamu (host).

Patogenesis diare yang disebabkan infeksi bakteri terbagi dua, yaitu:

1. Bakteri noninvasif (enterotoksigenik)
Toksin yang diproduksi bakteri akan terikat pada mukosa usus halus, namun tidak merusak mukosa.
Bakteri yang termasuk golongan ini adalah V.cholerae, enterotoksigenik E.Coli (ETEC), C.Perfringers, S.Aureus dan Vibrio-nonaglutinabel.
Secara klinis dapat ditemukan diare berupa air seperti cucian beras dan meninggalkan dubur secara deras dan banyak.


2. Bakteri enteroinvasif
Diare menyebabkan kerusakan dinding usus berupa nekrosis dan ulserasi, dan bersifat sekretorik eksudatif.
Bakteri yang termasuk dalam golongan ini adalah enteroinvasive E.Coli (ETEC)S.Paratyphi B, S.Typhimorium, S.Enteriditis, S.Choleraeus, Shigella, YErsinia, dan C.Perfringens tipe C.

Manifestasi klinis
Pasien dengan diare akut akibat infeksi sering mengalami nausea, muntah, nyeri perut sampai kejang, perut, demam dan diare.
Kekurangan cairan menyebabkan pasien akan merasa haus, lidah kering, tulang pipi menonjol, turgor kulit menurun, serta suara menjadi serak.
Gangguan kimiawi seperti asidosis metabolic akan menyebabkan frekuensi pernafasan menjadi lebih cepat, tekanan darah menurun, pasien gelisah, muka pucat, ujung ekstremitas dingin dan kadang sianosis.

Diagnosis
1. Anamnesis
- Siapa yang terkena diare?
- Dimana terjadinya kontak dengan mikroorganisme ?
- Adakah orang lain disekitar yang terkena ?
- Apa yang dimakan atau diminum sebelum terkena diare ?

2. Pemeriksaan Fisik
Ditemukan muntah, nausea, demam dan nyeri perut.
Pada infeksi bakteri invasive akan ditemukan nyeri perut yang hebat, demam yang tinggi, dapat ditemukan tanda perforasi yang membutuhkan pembedahan.

3. Pemeriksaan Penunjang 
- Pemeriksaan darah tepi lengkap
- Pemeriksaan analisis gas darah, elektrolit, ureum, kreatinin dan berat jenis plasma.
- Pemeriksaan urine lengkap.
- Pemeriksaan tinja lengkap dan biakan tinja dari colok dubur.
- Pemeriksaan biakan empedu bila demam tinggi dan dicurigai infeksi sistemik.
- Pemeriksaan sediaan darah malaria.




Penatalaksanaan 
1. Rehidrasi sebagai prioritas pengobatan.
2. Identifikasi penyebab diare akut karena infeksi.
Secara klinis, tentukan jenis diare koleriform atau disentriform, selanjutnya dilakukan pemeriksaan penunjang yang terarah.
3. Terapi simtomatik.
Obat anti diare bersifat simtomatk dan diberikan sangat hati-hati atas pertimbangan rasional
4. Terapi definitif
Pemberian edukasi yang jelas sangat penting sebagai langkah pencegahan. Higiene perorangan, sanitasi lingkungan dan imunisasi melalui vaksinasi.

b. Diare kronik
Diare kronik adalah diare yang berlangsung lebih dari tiga minggu.

Etiologi
Diare kronik memiliki penyebab yang bervariasi dan tidak seluruhnya diketahui

Patofisiologi
Proses terjadinya diare dipengaruhi dua hal pokok, yaitu konsistensi usus dan motilitas usus. Gangguan proses mekanik dan enzimatik, diserati gangguan mukosa, akan mempengaruhi pertukaran air dan elektrolit, sehingga mempengaruhi konsistensi feses yang terbentuk. Sedangkan peningkatan motilitas berakibat terganggunya proses cerna secara enzimatik yang akan mempengaruhi pola defekasi.

Diare kronik dibagi tiga, yaitu :
1. Diare osmotik
Faktor malabsorpsi akibat adanya gangguan absorpsi karbohidrat, lemak, atau protein dan tersering adalah malabsorpsi lemak. Feses berbentuk steatore.
2. Diare sekretorik
Gangguan transfor akibat adanya perbedaan osmotik intralumen dengan mukosa yang besar sehingga terjadi penarikan cairan dan elektrolit kedalam lumen usus dalam jumlah besar. Feses berbentuk air.
3. Diare inflamasi
Terjadinya kerusakan dan kematian eritrosit disertai peradangan. Feses berdarah.


Penatalaksanaan 
a. Simtomatis
1. Rehidrasi
2. Antispasmodik, antikolinergik (antagonis stimulus kolinergik pada resptor muskarinik )
3. Obat anti diare
- Obat antimotilitas dan sekresi usus
- Ooklreatid (sandostatin)
- Obat antidiare yang mengeraskan tinja dan absorpsi zat toksik.
4. Antiemetik (metoklopramid, proklorprazin, domperidon )
5. Vitamin Dan Mineral
6. Obat Ekstrak Enzim Pancreas
7. Alumunium Hidroksida
8. Fenotiazin dan asam nikotinat.

b. Kausal
Pengobatan kausal diberikan pada infeksi maupun noninfeksi. Pada diare kronik dengan penyebab infeksi, obat diberikan berdasarkan etiologinya.





Daftar pustaka
Mansjoer,Arif,Dkk, Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid 1,Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ,Jakarta 1999





KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

Pengkajian

1. Identitas Pasien
 Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, agama, status marital, suku / bangsa, keluarga, nomor registrasi, alamat, tanggal MRS.

2. Keluhan Utama
 Biasanya pasien datang dengan keluhan diare maupun muntah-muntah terkadang sampai ketingkat dehidrasi, syok.

3. Riwayat Penyakit Sekarang
 Dalam hal ini ditanyakan pada pasien / keluarga mengapa sampai mengalami diare? Apakah karena bahan makanan yang terkontaminasi virus, bakteri, racun atau karena mengkonsumsi alkohol atau obat-obatan tertentu.
 Juga tanyakan apa saja yang sudah dilakukan pasien atau keluarga untuk mengatasi keadaan tersebut.

4. Riwayat Penyakit Keluarga
Apakah keluarga pasien ada yang pernah mengalami sakit yang sama dengan yang dialami pasien.

5. Pengkajian Fisik
a. Inspeksi
Perahatikan apakah pasien tampak pucat, lesu lemah kualitas suara, kesadaran dan BB pasien, mukosa mulut.
b. Palpasi
Periksa turgor kulit dan keadan otot.
c. Auskultasi dan perkusi jika diperlukan.
6. Pemerikasaan Tanda Vital
Untuk ini diperiksa tekanan darah, denyut nadi, pernafasan dan suhu tubuh.
7. Pengakajian Kebutuhan Fisik, Mental Dan Sosial
Digali data tentang :
- Aktifitas dan istirahat pasien setiap hari
- Kebersihan diri, pola nutrisi tubuh
- Eliminasi
- Hubungan dalam keluarga dan lingkungan masyarakat
- Kemampuan beradaptasi
- Keadaan tempat tinggal dan kebersihan lingkungan.


8. Pemeriksaan Diagnostik
Biasanya diperiksa :
- Feses dan kalau ada muntahnya
- Periksa darah untuk mengukur BJ plasma (bila perlu )

9. Rencana Diagnosa

Diagnosa 1
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan pasien mengalami diare dan muntah yang ditandai dengan pasien BAB encer lebih dari 3 kali perhari dan turgor kulit jelek.pasien lemah.

Tujuan : mengembalikan keseimbangan cairan tubuh dengan patokan BAB pasien kembali normal dalam waktu 6 jam setelah diberikan tindakan.
Intervensi
- Menimbang berat badan
- Mengganti cairan dan elektrolit yang hilang (rehidrasi) baik secara infuse maupun peroral (sesuai kebutuhan diperhitungkan 0
- Pemberian obat-obatan sesuai pesanan doter
- Kontrol BAB pasien dan vital sign
- Control input dan output cairan.

Diagnosa 2
Gangguan pemenuhan nutrisi tubuh berhubungan dengan pasien mengalami mual dan muntah atau syok dan gangguan kesadaran yang ditandai dengan pasien tidakdapat makan.
Tujuan : kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi selama pasien mengalami GE
Intervensi :
- Beri obat anti mual dan muntah sesuai rencana dokter
- Beri nutrisi lewat NGT bila pasien mengalami gangguan kesadaran
- Berikan diet bubur saring

Diagnosa 3
Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan rasa tidak enak pada anus karena sering BAB encer
Tujuan : kebutuhan rasa nyaman pasien dapat terpenuhi
Intervensi
- Sarankan bila selesai BAB mengeringkan daerah anus
- Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian dalam keadaan kering, bersih dan nyaman.
- Berikan terapi sesuai dengan instruksi dokter.
Diagnosa 4
Gangguan konsep diri berhubungan dengan penyakit yang dideritanya ditandai pasien mengalami gangguan psikis seperti marah, nonkooperatif terhadap tindakan perawat dan medik.
Tujuan : mengembalikan konsep diri pasien
Intervensi
- Berikan penjelasan kepada pasien dan keluarga tentang penyakit yang diderita juga tentang proses penyembuhannya.
- Berikan dorongan pada pasien agar tidak terganggu psikisnya karena penyakit ini biasanya tidak berlangsung lama asal pasien mentaati aturan terapi yang diberikan.
- Anjurkan keluarga pasien untuk tetap lebih memperhatikan pasien agar ia tidak merasa terasing.

Diagnosa 5
Potensial terjadinya penularan berhubungan dengan kurangnya pengetahuan dan personal hygiene .
Tujuan : tidak terjadinya penularan penyakit terhadap keluarga pasien dan petugas kesehatan yang bersangkutan.
Intervensi :
- Berikan informasi tentang penyakit kepada pasien dan keluarga baik secara diskusi maupun penjelasan, serta tentang pentingnya personal hygiene dalam kaotannya pengan penyakit.
- Mengisolasikan pasien, isolasi tentang muntahan, pakaian.
- Petugas kesehatanyang terkait dalam perawatan pasien harus selalu menjaga personal hygiene.

Diagnosa 6
Potensial terjadinya obstruksi jalan nafas berhubungan dengan pasien muntah baik dalam keasaan sadar maupun pada pasien yang mengalami gangguan kesadaran.

Tujuan : tidak terjadi obstruksi jalan nafas
Intervensi :
- Kalau pasien muntah berikan / atur posisi yang tepat, agar tidak menghambat jalan nafas saat muntah
- Kolaborasi dengan dokter untuk memberikan obat anti muntah

Evaluasi
1. Keseimbangan cairan dan elektrolit tercapai maksimum 6 jam setelah diberikan tindakan
2. Kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi
3. Kebutuhan rasa nyaman tidak terganggu
4. Tidak ada gangguan konsep diri
5. Tidak terjadi penularan penyakit.
6. Tidak terjadi gangguan jalan nafas

Sumber pustaka :

Doengoes, Marilynn E, et al.1999. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3,EGC, Jakarta.

Kamis, 06 Desember 2012

ASKEP Hidrosefalus

BABI
PENDAHULUAN

hidrosefalus
Hidrosefalus adalah suatu keadaan di mana terjadi penambahan volume dari cairan serebrospinal (CSS) di dalam ruangan ventrikel dan ruang subarakhnoid. Keadaan ini disebabkan oleh karena terdapat ketidakseimbangan antara produksi dan absorpsi dari
cairan serebrospinalis. Secara keseluruhan insiden dari hidrosefalus diperkirakan mendekati 1:1000. Sedangkan insiden hidrosefalus kongenital bervariasi untuk tiap-tiap populasi yang berbeda.Hershey BL mengatakan kebanyakan hidrosefalus pada anak-anak adalah kongenital yang biasanya sudah tampak pada masa bayi. Jika hidrosefalus mulai tampak setelah umur 6 bulan biasanya bukan oleh karena kongenital.Mujahid Anwar dkk mendapatkan 40-50% bayi dengan perdarahan intraventrikular derajat 3 dan 4 mengalami hidrosefalus. Pongsakdi Visudiphan dkk pada penelitiannya mendapatkan 36 dari 49 anak-anak dengan meningitis tuberkulosa mengalami hidrosefalus, dengan catatan 8 anak dengan hidrosefalus obstruktif dan 26 anak dengan hidrosefalus komunikans. Hidrosefalus yang terjadi sebagai komplikasi meningitis bakteri dapat dijumpai pada semua usia, tetapi lebih sering pada bayi dari pada anak-anak. Berdasarkan catatan medik di Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UNUD/RSUP Denpasar dari 1991 s/d Desember 1993 telah dirawat 21 penderita hidrosefalus di mana 4 diantaranya adalah hidrosefalus kongenital. ( www.dexa-medica.com )
Hidrosefalus bisa didapat seseorang sejak lahir (kongenital) atau pada umur berikutnya dan bahkan setelah dewasa. Yang tersering didapat adalah pada kongenital. Penyebabnya antara lain ada saluran yang tersumbat, infeksi, tumor otak, trauma kepala, radang otak, stroke. Kasus hidrosefalus dari sejak waktu lahir terbanyak sekitar 4-5 per 1000 kelahiran. (www.replubika.co.id )
Direktur Utama RS Elisabeth, Semarang dr Benedictus Sugiyanto menyatakan, sejauh ini belum ada penelitian mengenai penyebab penyakit hidrosefalus. (Kompas, 11/10/2003). Penyakit ini diderita anak sejak dilahirkan. Jadi, faktor ibu memegang peran utama penyebab hidrosefalus. Selama ini diyakini faktor kekurangan gizi ibu selama hamil, konsumsi obat-obatan tertentu, serta virus toksoplasma dan cetomegalopus menjadi penyebab penyakit hidrosefalus. (Copyright © 2002 Harian KOMPAS)
Hidrosefalus adalah keadaan dimana terjadi akumulasi CSS yang berlebihan pada satu atau lebih ventrikel dan ruang subarakhnoid. ( www.dexa-medica.com ).
Hidrosefalus adalah suatu keadaan di mana terjadi penambahan volume dari cairan serebrospinal (CSS) di dalam ruangan ventrikel dan ruang subarakhnoid. (www.anglefire.com)

Hidrosefalus adalah jenis penyakit yang terjadi akibat gangguan aliran cairan di dalam otak (cairan serebro spinal). Gangguan itu menyebabkan cairan tersebut bertambah banyak yang selanjutnya akan menekan jaringan otak di sekitarnya, khususnya pusat-pusat saraf yang vital. (Kompas, 2002)
Hidrosefalus merupakan suatu gejala dari berbagai proses di dalam kepala yang menyebabkan terkumpulnya cairan otak secara berlebihan di dalam rongga ventrikel pada otak ( Lindra, 2005 by www.yahoo.com, )
Hidrosefalus adalah penimbunan cairan di dalam ventrikel otak (rongga di dalam otak -- Red). Pasien yang menderita hidrosefalus mengalami penumpukan cairan otak yang tidak normal. (www.replubika.co.id)
Hidrosefalus adalah keadaan patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya cairan serebrospinalis (CCS) dengan tekanan intracranial yang meninggi sehingga terdapat pelebaran ruangan tempat mengalirnya CCS. (Ngastiyah, 2003 )
Hidrosefalus adalah jumlah CSS dalam rongga serebrospinal yang berlebihan dapat meningkatkan tekanan sehingga dapat merusak jaringan saraf. (Price and Wilson, 1995)
Hidrosefalus berasal dari bahasa Yunani : Hidro artinya air, Sefalus adalah kepala. Hidrosefalus adalah penimbunan cairan di ruang yang secara normal terdapat dalam otak. Cairan yang dimaksud adalah cairan yang normal ada dalam otak dan dikenal sebagai cairan otak, sedangkan ruang yang terdapat dalam otak dikenal sebagai ventrikel. (www.balita-anda.indoglobal.com)
Disebabkan oleh penghasilan cecair CSF yang berterusan, apabila pengalirannya terhalang, ia akan mula berkumpul di bahagian permulaan dari tempat halangan. Seterusnya, apabila penghasilan cecair semakin bertambah, ia akan menyebabkan ventrikel membesar dan meningkatkan tekanan di dalam kepala. Keadaan inilah yang dikenali sebagai HIDROSEFALUS. (www.nam.org)
Hidrosefalus, adalah jenis penyakit yang terjadi akibat gangguan aliran cairan (cairan serebro spinal). Gangguan itu menyebabkan cairan tersebut bertambah banyak yang selanjutnya akan menekan jaringan otak di sekitarnya, khususnya pusat-pusat saraf yang vital. (Kompas, 2002)
Hidrosefalus adalah keadaan patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya cairan cerebrospinalis (CSS) dengan atau pernah dengan intrakranial yang meninggi sehingga terdapat pelebaran ruangan tempat mengalir CSS. ( IKA, 1985 )



BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Hidrosefalus adalah kelainan patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya cairan serebrospinal dengan atau pernah dengan tekanan intrakranial yang meninggi, sehingga terdapat pelebaran ventrikel (Darsono, 2005:209).
Hidrocefalus adalah keadaan patologik otak yang mengakibatkan bertambahnya cairan cerebrospinal dan adanya tekanan intrakranial (TIK) yang meninggi sehingga terdapat pelebaran ruangan tempat mengeluarkan likuor (Depkes RI, 1989).
Pelebaran ventrikuler ini akibat ketidakseimbangan antara produksi dan absorbsi cairan serebrospinal. Hidrosefalus selalu bersifat sekunder, sebagai akibat penyakit atau kerusakan otak. Adanya kelainan-kelainan tersebut menyebabkan kepala menjadi besar serta terjadi pelebaran sutura-sutura dan ubun-ubun (DeVito EE et al, 2007:328).

B. Anatomi dan Fisiologi
Ruangan CSS mulai terbentuk pada minggu kelima masa embrio, terdiri dari system ventrikel, sisterna magna pada dasar otak dan ruang subaraknoid yang meliputi seluruh susunan saraf pusat (SSP). Hubungan antara system ventrikel dan ruang subaraknoid adalah melalui foramen Magendie di median dan foramen Luschka di sebelah lateral ventrikel IV.
Aliran CSS yang normal ialah dari ventrikel lateralis melalui foramen Monroi ke ventrikel III, dari tempat ini melalui saluran yang sempit akuaduktus Sylvii ke ventrikel IV dan melalui foramen Luschka dan Magendie ke dalam ruang subaraknoid melalui sisterna magna. Penutupan sisterna basalis menyebabkan gangguan kecepatan resorpsi CSS oleh sistem kapiler.
CSS yang berada di ruang subarakhnoid, merupakan cairan yang bersih dan tidak berwarna. Merupakan salah satu proteksi untuk melindungi jaringan otak dan medula spinalis terhadap trauma atau gangguan dari luar. Pada orang dewasa volume intrakranial kurang lebih 1700 ml, volume otak sekitar 1400 ml, volume cairan serebrospinal 52-162 ml (rata-rata 104 ml) dan darah sekitar 150 ml.
 C. Klasifikasi/ Macam-Macam Hidrosefalus

1. Kongenital
Merupakan Hidrosephalus yang sudah diderita sejak bayi dilahirkan, sehingga ; Pada saat lahir keadaan otak bayi terbentuk kecil. Terdesak oleh banyaknya cairan didalam kepala dan tingginya tekanan intrakranial sehingga pertumbuhan sel otak terganggu.
2. Di dapat
Bayi atau anak mengalaminya pada saat sudah besar, dengan penyebabnya adalah penyakit – penyakit tertentu misalnya trauma, TBC yang menyerang otak dimana pengobatannya tidak tuntas. Pada hidrosefalus di dapat pertumbuhan otak sudah sempurna, tetapi kemudian terganggu oleh sebab adanya peninggian tekanan intrakranial.Sehingga perbedaan hidrosefalus kongenital denga di dapat terletak pada pembentukan otak dan pembentukan otak dan kemungkinan prognosanya..
Berdasarkan letak obstruksi CSF hidrosefalus pada bayi dan anak ini juga terbagi dalam dua bagianyaitu :
1. Hidrosefalus Komunikans
Pada hidrocefalus komunikan terdapat hubungan yang baik diantara ventrikel dengan ruang subarakhnoidal di daerah lumbal. Hidrocefalus komunikan dapat disebabkan oleh pleksus koroideus neonatus yang berkembang berlebihan sehingga lebih banyak cairan yang terbentuk daripada yang direabsorbsi oleh vili subarachnoidalis.
2. Hidrosefalus Nonkomunikans/ obstruktif.
Penyakit ini dinamai pula hidrocefalus obstruktif, yang jelas menunjukkan tidak adanya hubungan antara ventrikel dengan ruang subarachnoidal di lumbal. Penyebab hidrocefalus nonkomunikan ini adalah penyempitan pada akuaduktus Sylvii congenital; oleh karena cairan dibentuk oleh pleksus koroideus dari kedua ventrikel dan ventrikel ketiga, maka volume ketiga ventrikel tersebut menjadi membesar. Hal ini menyebabkan penekanan otak terhadap tengkorak sehingga otak menjadi tipis.
Suatu cara untuk membedakan hidrocefalus komunikan dengan nonkomunikan adalah dengan jalan mengukur tekanan likuor dalam ventrikulus lateralis dan tekanan likuor di kantong lumbal secara bersamaan

D. Etiologi

Hidrosefalus terjadi bila terdapat penyumbatan aliran CSS pada salah satu tempat antara tempat pembentukan CSS dalam system ventrikel dan tempat absorpsi dalam ruang subaraknoid. Akibat penyumbatan terjadi dilatasi ruangan CSS di atasnya. Tempat yang sering tersumbat dan terdapat dalam klinik ialah foramen Monroi, foramen Luschka dan Magendie, sisterna magna dan sisterna basalis. Teoritis pembentukan CSS yang terlalu banyak dengan kecepatan absorpsi yang normal akan meyebabkan terjadinya hidrosefalus, namun dalam klinik sangat jarang terjadi, misalnya terlihat pelebaran ventrikel tanpa penyumbatan pada adenomata pleksus koroidalis.
Penyebab penyumbatan aliran CSS yang sering terdapat pada bayi dan anak ialah:
1. Kelainan bawaan (Kongenital)
Disebabkan gangguan perkembangan janin dalam rahim (misalnya Malformasi aqrnold-Chiari atau infeksi intrauterinea.
a. Stenosis akuaduktus Sylvii
Merupakan penyebab yang terbanyak pada hidrosefalus bayi dan anak (60% - 90%). Akuaduktus dapat merupakan saluran buntu sama sekali atau abnormal lebih sempit dari biasa. Umumnya gejala hidrosefalus terlihat sejak lahir atau progresif dengan cepat pada bulan-bulan pertama setelah lahir.
b. Spina bifida dan kranium bifida
Hidrosefalus pada kelainan ini biasanya berhubungan dengan sindrom Arnold-Chiari akibat tertariknya medula spinalis dengan medula oblongata dan sereblum letaknya lebih rendah dan menutupi foramen magnum sehingga terjadi penyumbatan sebagian atau total.
c. Sindrom Dandy-Walker
Merupakan atresia kongenital foramen Luschka dan Magendie dengan akibat hidrosefalus obstruktif dengan pelebaran sistem ventrikel terutama ventrikel IV yang dapat sedemikian besarnya hingga merupakan suatu kista yang besar di daerah fosa posterior.
d. Kista arakroid
Dapat terjadi kongenital tetapi dapat juga timbul akibat trauma sekunder suatu hematoma.
e. Anomali pembuluh darah
Dalam kepustakaan dilaporkan terjadinya hidosefalus akibat areurisma-arterio-vena yang mengenai arteria serebralis posterior dengan vena Galeni atau sinus transversus akibat obstruksi akuaduktus.

2. Infeksi
Akibat infeksi dapat timbul perlekatan meningen sehingga dapat terjadi obliterasi ruangan subaraknoid. Lebih banyak hidrosefalus terdapat pasca meningitis. Pembesaran kepala dapat terjadi beberapa minggu sampai beberapa bulan sesudah sembuh dari meningitisnya. Secara patologis terlihat penebalan jaringan piamater dan araknoid sekitar sisterna basalis dan daerah lain. Pada meningitis serosa tuberkulosa, perlekatan meningen terutama terdapat di daerah basal sekitar sisterna kiasmatika dan interpendunkularis, sedangkan pada meningitis purulenta lokasinya lebih besar.

3. Neoplasma
Hidrosefalus oleh obstruksi mekanis yang dapat terjadi disetiap tempat aliran CSS. Pengobatan dalam hal ini ditujukan kepada penyebabnya dan apabila tumor tidak mungkin dioperasi, maka dapat dilakukan tindakan paliatif dengan mengalirkan CSS melalui saluran buatan atau pirau. Pada anak yang terbanyak menyebabkan penyumbatan ventrikel IV atau akuaduktus Sylvii bagian terakhir biasanya suatu glioma yang berasal dari sereblum, sedangkan penyumbatan bagian depan ventrikel III biasanya disebabkan suatu kraniofaringioma.

4. Perdarahan
Telah banyak dibuktikan bahwa perdarahan sebelum dan sesudah lahir dalam otak, dapat menyebabkan fibrosis leptomeningen terutama pada daerah basal otak, selain penyumbatan yang terjadi akibat orgisasi dari darah itu sendiri.


B. patofisiologi

Untuk memahami kondisi Hidrosefalus, sebuah pengertian dari kedinamisan CSS dan hubungan antara bentuk ventrikular yang bervariasi dan ruang subaraknoid adalah penting. Kedua mekanisme yang dibentuk oleh CSS antara lain sekresi pleksus koroid dan saluran limfa oleh cairan ekstraselular otak. CSS bersirkulasi melalui sistem ventrikular dan kemudian diserap ke dalam ruang subaraknoid oleh sebuah mekanisme yang tidak pernah habis sama sekali.

Sirkulasi ventrikular. CSS mengalir dari ventrikel lateral melalui foramen Monro menuju ventrikel yang ketiga, tempat dimana cairan tersebut menyatu dengan cairan yang telah disekresi ke ventrikel ketiga. Dari sana CSS mengalir melalui akueduktus Sylvii menuju ventrikel keempat, tempat dimana cairan lebih banyak dibentuk, kemudian cairan tersebut akan meninggalkan ventrikel keempat melewati foramen Luschka lateral dan garis tengah foramen Magendie dan mengalir menuju sisterna magna. Dari sana CSS mengalir ke serebral dan ruang subaraknoid serebellum, dimana cairan akan diabsorpsi. Sebagian besar diabsorpsi melalui villi araknoid, tetapi sinus, vena, substansi otak dan dura juga berperan dalam absorpsi.

Mekanisme keseimbangan cairan. Penyebab Hidrosefalus bervariasi, tetapi sebagai akibatnya bisa berupa : kerusakan absorpsi CSS dalam ruang subaraknoid (Hidrosefalus berkomunikasi), atau obstruksi aliran CSS melalui sistem ventricular (Hidrosefalus tidak berkomunikasi). Jarang tumor dari fleksus koroid menyebabkan meningkatnya sekresi CSS. Ketidakseimbangan dan absorpsi menyebabkan meningkatnya akumulasi CSS pada ventrikel, yang akan mengalami dilatasi dan menekan substansi otak untuk melawan sekitar tulang keras kranial. Jika hal ini terjadi sebelum terjadi fusi sutura kranial, hal tersebut akan memicu pembesaran tengkorak sebaik dilatasi dari ventrikel tersebut. Pada anak dengan usia di bawah 10 – 12 tahun yang sebelumnya garis sututranya menutup, terutama sutura sagitalis, dapat menjadi terbuka.

Kebanyakan kasus Hidrosefalus tidak berkomunikasi merupakan akibat dari perkembangan malformasi. Walaupun kerusakannya biasanya nyata kelihatan pada bayi, tetapi itu dapat terjadi sewaktu – waktu dari periode prenatal hingga anak – anak akhir atau dewasa dini. Penyebab lain meliputi neoplasma, infeksi intrauterine, dan trauma. Obstruksi pada aliran normal dapat terjadi pada beberapa aliran CSS untuk menghasilkan peningkatan tekanan dan dilatasi dari aliran proksimal ke tempat terjadinya obstruksi.

Gangguan perkembangan (misalnya malformasi Arnold – Chiari, akuaduktus stenosis, akuaduktus gliosis, dan atresi foramen Luschka dan Magendie) dilaporkan kasus Hidrosefalus paling banyak adalah dari usia 2 tahun. Malformasi Dany – Walker menunjukkan adanya gangguan dari garis tengah susunan syaraf pusat yang merupakan indikasi faktor genetik dan etiologik. Dicatat bahwa anak perempuan 3 kali lebih dominan. Hidrosefalus seringkali dihubungkan dengan Mielomeningokel yang seharusnya diamati perkembangannya pada bayi. Pada kasus yang masih tersisa terdapat riwayat infeksi intrauterin (toksoplasmosis, sitomegalovirus), perdarahan perinatal (anoksik atau traumatik), dan meningoensepalitis neonatal (bakteri atau virus). Pada anak yang lebih tua, Hidrosefalus lebih sering diakibatkan oleh adanya massa (Anomali vascular, kista, tumor), infeksi intrakranial, trauma atau perdarahan.
Malformasi Arnold – Chairi (ACMS). Merupakan kerusakan otak yang mencakup fossa posterior, terdiri dari 2 subkelompok. Tipe I secara khas menimbulkan gejala saat remaja atau kehidupan dewasa dan biasanya tidak disertai dengan Hidrosepalus. Penderita ini mengeluh nyeri kepala berulang, nyeri leher, sering kencing, spastisitas tungkai bawah progresif. Meskipun patogenesisnya belum diketahui, teori yang berlaku menunjukkan bahwa obstruksi bagian kaudal ventrikel keempat selama perkembangan janin adalah yang menjadi penyebab. Malformasi Chairi tipe II ditandai dengan Hidrosefalus dan Meningomeningokel. Ditandai dengan herniasi otak kecil, medulla, spons dan ventrikel keempat ke dalam kanal spinal servikal melalui pelebaran foramen magnum. Akibat obstruksi aliran CSS menyebabkan Hidrosefalus.

C. Tanda dan gejala
Manifestasi klinis dari hidrosefalus pada anak dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu:
1. Awitan hidrosefalus terjadi pada masa neonatus
Meliputi pembesaran kepala abnormal, gambaran tetap hidrosefalus kongenital dan pada masa bayi. Lingkaran kepala neonatus biasanya adalah 35-40 cm, dan pertumbuhan ukuran lingkar kepala terbesar adalah selama tahun pertama kehidupan. Kranium terdistensi dalam semua arah, tetapi terutama pada daerah frontal. Tampak dorsum nasi lebih besar dari biasa. Fontanella terbuka dan tegang, sutura masih terbuka bebas. Tulang-tulang kepala menjadi sangat tipis. Vena-vena di sisi samping kepala tampak melebar dan berkelok. (Peter Paul Rickham, 2003).
2. Awitan hidrosefalus terjadi pada akhir masa kanak-kanak
Pembesaran kepala tidak bermakna, tetapi nyeri kepala sebagai manifestasi hipertensi intrakranial. Lokasi nyeri kepala tidak khas. Dapat disertai keluhan penglihatan ganda (diplopia) dan jarang diikuti penurunan visus. Secara umum gejala yang paling umum terjadi pada pasien-pasien hidrosefalus di bawah usia dua tahun adalah pembesaran abnormal yang progresif dari ukuran kepala.

1. Bayi
- Kepala menjadi makin besar dan akan terlihat pada umur 3 tahun.
- Keterlambatan penutupan fontanela anterior, sehingga fontanela menjadi tegang, keras, sedikit tinggi dari permukaan tengkorak.
- Tanda – tanda peningkatan tekanan intracranial: muntah, gelisah, menangis dengan suara ringgi, peningkatan sistole pada tekanan darah, penurunan nadi, peningkatan pernafasan dan tidak teratur, perubahan pupil, lethargi – stupor.
- Peningkatan tonus otot ekstrimitas
- Tanda – tanda fisik lainnya ;
• Dahi menonjol bersinar atau mengkilat dan pembuluh – pembuluh darah terlihat jelas.
•Alis mata dan bulu mata ke atas, sehingga sclera telihat seolah – olah di atas iris.
• Bayi tidak dapat melihat ke atas, “sunset eyes”
• Strabismus, nystagmus, atropi optik.
• Bayi sulit mengangkat dan menahan kepalanya ke atas.

2. Anak yang telah menutup suturanya:
Tanda – tanda peningkatan tekanan intrakranial :
- Nyeri kepala
- Muntah
- Lethargi, lelah, apatis, perubahan personalitas
- Ketegangan dari sutura cranial dapat terlihat pada anak berumur 10 tahun.
- Penglihatan ganda, kontruksi penglihatan perifer
- Strabismus
- Perubahan pupil..

D. Therapi/Tindakan Penanganan

Penanganan hidrocefalus masuk pada katagori ”live saving and live sustaining” yang berarti penyakit ini memerlukan diagnosis dini yang dilanjutkan dengan tindakan bedah secepatnya. Keterlambatan akan menyebabkan kecacatan dan kematian sehingga prinsip pengobatan hidrocefalus harus dipenuhi yakni:
1. Mengurangi produksi cairan serebrospinal dengan merusak pleksus koroidalis dengan tindakan reseksi atau pembedahan, atau dengan obat azetasolamid (diamox) yang menghambat pembentukan cairan serebrospinal.
2. Memperbaiki hubungan antara tempat produksi cairan serebrospinal dengan tempat absorbsi, yaitu menghubungkan ventrikel dengan subarachnoid
3. Pengeluaran cairan serebrospinal ke dalam organ ekstrakranial, yakni:
a. Drainase ventrikule-peritoneal (Holter, 1992; Scott, 1995;Anthony JR, 1972)
b. Drainase Lombo-Peritoneal 
c. Drainase ventrikulo-Pleural (Rasohoff, 1954)
d. Drainase ventrikule-Uretrostomi (Maston, 1951)
e. Drainase ke dalam anterium mastoid
4. Mengalirkan cairan serebrospinal ke dalam vena jugularis dan jantung melalui kateter yang berventil (Holter Valve/katup Holter) yang memungkinkan pengaliran cairan serebrospinal ke satu arah. Cara ini merupakan cara yang dianggap terbaik namun, kateter harus diganti sesuai dengan pertumbuhan anak dan harus diwaspadai terjadinya infeksi sekunder dan sepsis.
5. Tindakan bedah pemasangan selang pintasan atau drainase dilakukan setelah diagnosis lengkap dan pasien telah di bius total. Dibuat sayatan kecil di daerah kepala dan dilakukan pembukaan tulang tengkorak dan selaput otak, lalu selang pintasan dipasang. Disusul kemudian dibuat sayatan kecil di daerah perut, dibuka rongga perut lalu ditanam selang pintasan, antara ujung selang di kepala dan perut dihubungakan dengan selang yang ditanam di bawah kulit hingga tidak terlihat dari luar.
6. Pengobatan modern atau canggih dilakukan dengan bahan shunt atau pintasan jenis silicon yang awet, lentur, tidak mudah putus. VRIES (1978) mengembangkan fiberoptik yang dilengkapi perawatan bedah mikro dengan sinar laser sehingga pembedahan dapat dipantau melalui televisi.
7. Penanganan Sementara
Terapi konservatif medikamentosa ditujukan untuk membatasi evolusi hidrosefalus melalui upaya mengurangi sekresi cairan dari pleksus khoroid atau upaya meningkatkan resorbsinya.

E. Komplikasi
Komplikasi Hidrocefalus menurut Prasetio (2004)
1. Peningkatan TIK
2. Pembesaran kepala
3. Kerusakan otak
4. Retardasi mental
5. Meningitis, ventrikularis, abses abdomen
6. Ekstremitas mengalami kelemahan, inkoordinasi, sensibilitas kulit menurun
7. Kerusakan jaringan saraf
8. Proses aliran darah terganggu

F. ASUHAN KEPERAWATAN

Pengkajian
a. Anamnesis
Keluhan utama:
Hal yang sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan bergantung seberapa jauh dampak dari hidrosefalus pada peningkatan tekanan intracranial, meliputi muntah, gelisah nyeri kepala, letargi, lelah apatis, penglihatan ganda, perubahan pupil, dan kontriksi penglihatan perifer.
Riwayat penyakit sekarang:
Adanya riwayat infeksi (biasanya riwayat infeksi pada selaput otak dan meningens) sebelumnya. Pengkajian yang didapat meliputi seorang anak mengalami pembesaran kepala, tingkat kesadaran menurun (GCS <15), kejang, muntah, sakit kepala, wajahnya tanpak kecil cecara disproposional, anak menjadi lemah, kelemahan fisik umum, akumulasi secret pada saluran nafas, dan adanya liquor dari hidung. A danya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran akibat adanya perubahan di dalam intracranial. Keluhan perubahan prilaku juga umum terjadi.
Riwaya penyakit dahulu:
Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat hidrosefalus sebelumnya, riwayat adanyanya neoplasma otak, kelainan bawaan pada otak dan riwayat infeksi.
Riwayat perkembangan
Kelahiran premature. lahir dengan pertolongan, pada waktu lahir menangis keras atau tidak. Riwayat penyakit keluarga, mengkaji adanya anggota generasi terdahulu yang menderita stenosis akuaduktal yang sangat berhubungan dengan penyakit keluarga/keturunan yang terpaut seks.
Pengkajian psikososiospritual
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien dan keluarga (orang tua) untuk menilai respon terhadap penyakit yang diderita dan perubahan peran dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengruhnya dalam kehidupan sehari-hari. Baik dalam keluarga maupun masyarakata. Apakah ada dampak yang timbul pada klien dan orang tua, yaitu timbul seperti ketakutan akan kecatatan, rasa cemas, rasa ketidak mampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal.
Perawat juga memasukkan pengkajian terhadap fungsi neurologis dengan dampak gangguan neurologis yang akan terjadi pada gaya hidup individu. Perspektif perawatan dalam mengkaji terdiri atas dua masalah: keterbatasan yang diakibatkan oleh deficit neurologis dalam hubungan dengan peran sosial klien dan rencana pelayanan yang akan mendukung adaptasi pada gangguan neurologis didalam system dukungan individu.
b. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum:
Pada keadaan hidrosefalus umumnya mengalami penurunan kesadaran (GCS <15) dan terjadi perubahan pada tanda-tanda vital.
B1(breathing)
Perubahan pada system pernafasan berhubungan dengan inaktivitas. Pada beberapa keadaan hasil dari pemeriksaan fisik dari system ini akan didapatka hal-hal sebagai berikut:
Ispeksi umum: apakah didapatkan klien batuk, peningkatan produksi§ sputum, sesak nafas, penggunaan otot batu nafas, dan peningkatan frekuensi pernafasan. Terdapat retraksi klavikula/dada, mengembangan paru tidak simetris. Ekspansi dada: dinilai penuh/tidak penuh, dan kesimetrisannya. Pada observasi ekspansi dada juga perlu dinilai retraksi dada dari otot-otot interkostal, substernal pernafasan abdomen dan respirasi paraddoks(retraksi abdomen saat inspirasi). Pola nafas ini terjadi jika otot-otot interkostal tidak mampu menggerakkan dinding dada.
Palpasi: taktil primitus biasanya seimbang kanan an kiri
Perkusi: resonan pada seluruh lapang paru.
Auskultasi: bunyi nafas tambahan, seperti nafas berbunyi stridor, ronkhi pada klien dengan adanya peningkatan produksi secret dan kemampuan batuk yang menurun yang sering didapatkan pada klien hidrosefalus dengan penurunan tingkat kessadaran.
B2 (Blood)
Frekuensi nadi cepat dan lemah berhubungan dengan homeostasis tubuh dalam upaya menyeimbangkan kebutuhan oksigen perifer. Nadi brakikardia merupakan tanda dari perubahan perfusi jaringan otak. Kulit kelihatan pucat merupakan tanda penurunan hemoglobin dalam darah. Hipotensi menunjukan adanya perubaha perfusi jaringan dan tanda-tanda awal dari suatu syok. Pada keadaan lain akibat dari trauma kepala akan merangsang pelepasan antideuretik hormone yang berdampak pada kompensasi tubuh untuk melakukan retensi atau pengeluaran garam dan air oleh tubulus. Mekanisme ini akan meningkatkan konsentrasi elektroloit sehingga menimbulkan resiko gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit pada system kardiovaskuler.
B3 (Brain)
Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan focus dan lebih lengkap disbanding pengkajian pada system yang lain. Hidrosefalus menyebabkan berbagai deficit neurologis terutama disebabkan pengaruh peningkatan tekanan intracranial akibat adanya peningkatan CSF dalam sirkulasi ventrikel.
Kepela terlihat lebih besar jika dibandingkan dengan tubuh. Hal ini diidentifikasi dengan mengukur lingkar kepala suboksipito bregmatikus disbanding dengan lingkar dada dan angka normal pada usia yang sama. Selain itu pengukuuran berkala lingkar kepala, yaitu untuk melihat pembesaran kepala yang progresif dan lebih cepat dari normal. Ubun-ubun besar melebar atau tidak menutup pada waktunya, teraba tegang atau menonjol, dahi tampak melebar atau kulit kepala tampak menipis, tegang dan mengkilat dengan pelebaran vena kulit kepala.
Satura tengkorak belum menutup dan teraba melebar. Didapatkan pula cracked pot sign yaitu bunyi seperti pot kembang yang retak pada perkusi kepala. Bola mata terdorong kebawah oleh tekanan dan penipisan tulang subraorbita. Sclera tanpak diatas iris sehingga iris seakan-akan matahari yang akan terbenam atau sunset sign.
Pengkajian tingkat kesadaran
Tingkat keterrjagaan klien dan respon terhadap lingkungan adalah indicator paling sensitive untuk disfungsi system persarafan. Gejala khas pada hidrosefalus tahap lanjut adalah adanya dimensia. Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien hidrosefalus biasanya berkisar pada tingkat latergi, stupor, semikomatosa sampai koma.
Pengkajian fungi serebral, meliputi:

Status mental. Obresvasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi wajah dan aktivitas motorik klien. Pada klien hidrosefalus tahap lanjut biasanya status mental klien mengalami perubahan. Pada bayi dan anak-anak pemeriksaan statuss mental tidak dilakukan.
Fungsi intelektual. Pada beberapa kedaan klien hidrosefalus didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Pada pengkajian anak, yaitu sering didapatkan penurunan dalam perkembangan intelektual anak dibandingkan dengan perkembangan anak normal sesuai tingkat usia.
Lobus frontal. Kerusakkan fungsi kognitif dan efek psikologik didapatkan jika jumlah CSS yang tinggi mengakibatkan adanya kerusakan pada lobus frontal kapasitas, memori atau kerusakan fungsi intelektual kortikal yamg lebih tinggi. Disfungsi ini dapat ditunjukka pada lapang perhatian terbatas, kesulitan dalam pemahaman, lupa, dan kurang motivasi yang menyebabka klien ini menghadapi masalah frustasi dalam program rehabilitasi mereka.pada klien bayi dan anak-anak penilaian disesuaikan dengan tingkat perkembangan anak.

Pengkajin saraf cranial, meliputi:

Saraf I (Olfaktori). Pada beberapa keaaan hidrosefalus menekan anatomi dan fisiologis saraf ini klien akan mengalami kelainan padda fungsi penciuman/ anosmia lateral atau bilateral.
Saraf II (Optikus): pada nak yang agak besar mungkin terdapat edema pupil saraf otak II pada pemeriksaan funduskopi.
 Saraf III, IV dan VI (Okulomotoris, Troklearis, Abducens): tanda dini§ herniasi tertonium addalah midriasis yang tidak bereaksi pada penyinaran . paralisis otot-otot ocular akan menyusul pada tahap berikutnya. Konvergensi sedangkan alis mata atau bulu mata keatas, tidak bisa melihat keatas,. Strabismus, nistagmus, atrofi optic sering di dapatkan pada nanak dengan hidrosefalus.
Saraf V (Trigeminius):
 karena terjadinya paralisis saraf trigeminus, didapatkan penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah atau menetek.
Saraf VII(facialis): persepsi pengecapan mengalami perubahan
 Saraf VIII (Akustikus): biasanya tidak didapatkan gangguan fungsi pendengaran.
 Saraf IX dan X( Glosofaringeus dan Vagus): kemampuan menelan kurang baik, kesulitan membuka mulut
 Saraf XI (Aksesorius): mobilitas kurang baik karena besarnya kepala menghambat mobilitas leher klien
 Saraf XII (Hipoglosus): indra pengecapan mengalaami perubahan.

Pengkajian system motorik.
Pada infeksi umum, didapatkan kelemahan umum karena kerusakan pusat pengatur motorik.
Tonus otot. Didapatkan menurun sampai hilang§
Kekuatan otot. Pada penilaian dengan menggunakan tingkat kekuatan otot didapatkan penurunan kekuatan otot-otot ekstermitas.
 Keseimbangan dan koordinasi. Didapatkan mengalami gangguan karena kelemahan fisik umum dan kesulitan dalam berjalan.

Pengkajian ferleks.
Pemeriksaan reflex profunda, pengetukan pada tendo, ligamentum atau periosteum derajat reflex pada rrespon normal. Pada tahap lanjut, hidrosefalus yang mengganggu pusat refleks, maka akan didapatkan perubahan dari derajat refleks. Pemeriksaan refleks patologis, pada fase akut refleks fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali didahului dengan refleks patologis.
Pengkajian system sensorik.
Kehilangan sensori karena hidrosefalus dapat berupa kerusakan sentuhan ringan atau mungkin lebih berat, dengan kehilangan propriosepsi (kemampuan untuk merasakan posisi dan gerakan bagian tubuh) serta kesulitan dalam menginterpretasikan stimuli visual, taktil, dan auditorius.
B4 (Bledder)
Kaji keadaan urine meliputi warna, jumlah dan karakteristik urine, termasuk berat jenis urine. Peningkatan jumlah urine dan peningkatan retensi cairan dapat terjadi akibat menurunya perfungsi pada ginjal. Pada hidrosefalus tahap lanjut klien mungkin mengalami inkontensia urin karena konfusi, ketidak mampuan mengomunikasikan kebutuhan, dan ketidak mampuan mengomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk menggunakan system perkemihan karena kerusakan control motorik dan postural. Kadang-kadang control sfingter urinarius eksternal hilang atau steril. Inkontensia urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.
B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, serta mual dan muntah pada fase akut. Mual sampai muntah akibat peningkatan produksi asam lambung sehingga menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi. Pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltic usus. Adanya kontensia alvi yang berlanjut menunjukkan kerusakann neurologis luas.
Pemeriksaan rongga mulut dengan melakukan peniaian ada tidaknya lesi pada mulut atau perubahan pada lidah dapat menunjukkan adanya dehidrasi. Pemeriksaan bising usus untuk untuk menilai keberadaan dan kualitas bising usus harus dikaji sebelum melakukan palpasi abdomen. Bising usus menurun atau hilang dapat terjadi pada paralitik ileus dan peritonitis. Lakukan observasi bising usus selama ± 2 menit. Penurunan motilitas usus dapat terjadi akibat tertelanya udara yang berasal dari sekitar selang endotrakeal dan nastrakeal.
B6 (Bone)
Disfungsi motorik paling umum adalah kelemahan fisik umum, pada bayi disebabkan pembesaran kepala sehingga menggangu mobilitas fisik secara umum. Kaji warna kulit, suhu, kelembapan, dan turgon kulit. Adanya perubahan warna kulit; warna kebiruaan menunjukkan adanya sianosis (ujung kuku, ekstermitas,telingga, hidung, bibir dan membrane mukosa). Pucat pada wajah dan membrane mukosa dapat berhubungan dengan rendahnya kadar hemoglobinatau syok. Warna kemerahan pada kulit dapat menunjukan adanyadamam atau infeksi. Integritas kulit untuk menilai adanya lesi dan dekubitus. Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau paralisis/hemiplegia, mudah lelah menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istiraha.

Pemeriksaan diagnostic
CT scan (dengan atau tanpa kontras): mengidentifikasi luasnya lesi,§ perdarahan, determinan, ventrikuler dan perubahan jaringan otak.
MRI: digunakan sama denga CT scan dengan atau tanpa kontras radioaktif
 Rongen kepala: mendeteksi perubahan struktur garis sutura.
 Pemeriksaan CSS dan Lumbal pungsi: dapat dilakukan jika diduga terjadi§ perdarahan subarachoid. CSS dengan atau tanpa kuman dengan kultur yaitu protein LCS normal atau menurun, leukosit meningkat/ tetap, dan glukosa menurun atau tetap
Pengkajian Penatalaksanaan medis
1. Tirah baring total, bertujuan untuk mencegah resiko/gejala peningkatan TIK, untuk mencegah resiko cedera dan mencegah gangguan neurologis
2. Observasi tanda-tanda vital (GCS dan tingkat kesadaran)
3. Pemberian obat-obatan
Deksametason sebagai pengobatan antiedema serebral, dosis sesuai berat ringannya truma.
 Pengobatan antii edema, larutan hipetonis, yaitu manitol 20% atau glukosa 40 % atau gliserol 10%.
 Antibiotika yang mengandung barier darah otak (penisilin) atau untuk infeksi anaerob diberikan metronidazole.
 Makanan atau cairan, jika muntah dapat diberikan cairan infuse dekstrosa 5% 2-3 hari kemudian diberikan makanan lunak.
 Beberapa teknik pengobatan yang telah dikembangkan meliputi penurunan§ produksi LCS dengan merusak sebagian fleksus (koroidalis).

C. Diagnose keperawatan

1. Resiko tinggi peningktan tekana intracranial b.d peningkatan jumlah cairan serebrospinal.
2. Bersihan jalan nafar tidak efektif b.d penumpukan sputum, peningkatan sekresi secret dan penurunan volume batuk sekunder akibat adanya nyeri dan keletiha, ketidak mampuan batuk/batuk produktif.
3. Nyeri yang berhubunngan dengan peningkatan tekanan intracranial.
4. Gangguan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d perubahan kemampuan mencerna makanan, peningkatan kebutuhan metabolism.
5. Resiko tinggi cidera berhubungan dengan kejang
6. Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan misinterpretasi informasi, ttidak mengenal sumber-sumber informasi, ketegangan akibat krisis situasional
7. Resiko gangguan integritas kulit b.d imobilisas, tiak adekuatnya sirkulasi perifer.
8. Resiko deficit cairan dan elektrolit b. dmuntah, asupan cairan kurang, peningkatan metabolise.
9. Ansietas keluarga b.d keadaan yang kritis pada klien.
10. Resiko tinggi infeksi b.d port’d’ entere organism sekunder akibat truma.

d. Intervensi Keperawatan
Dx 1. Resiko tinggi peningktan tekana intracranial b.d peningkatan jumlah cairan serebrospinal.
Tujuan: Setelah dilakukan atau diberikan asuhan keperawatan 2 x 24 jam klien tidak mengalami peningkatan TIK.
Kriteria hasil: Klien tidak mengeluh nyeri kepala, mual-mual dan muntah, GCS 4,5,6 tidak terdapat papiledema, TTV dalam batas normal.
Intervensi
1. Kaji factor penyebab dari keadaan individu/penyebab koma/penurunan perfusi jaringan dan kemungkinan penyebab peningkatan TIK.
R/: deteksi dini untuk memperioritaskan intervensi , mengkaji status neurologi/tanda-tanda kegagalan untuk menentukan perawatan kegawatan atau tindakan pembedahan.

2. Monitor tanda-tanda vital tiap 4jam
R/: Suatu keadaan normal bila sirkulasi serebral terpelihara dengan baik atau fluktuasi ditandai dengan tekanan darah sistemik, penurunan dari autoregulator kebanyakan merupakan tanda penurunan difusi local vaskularisasi darah serebral. Adanya peningkatan tekanan darah, bradhikardi, distritmia, dispnia merupakan tanda terjadinya peningkatan TIK.
3. Evaluasi pupil
R/: Reaksi pupil dan pergerakan kembali dari bola mata merupakan tanda dari gangguan nervus/saraf jika batang otak terkoyak.
4. Monitor temperature dan pengaturan suhu lingkungan
R/: Panas merupakan refleks dari hipotalamus. Peningkatan kebutuhan mertabolisme dan oksegen akan menunjang peningkatan TIK.
5. Pertahankan kepala / leher pada posisi yang netral, usahakan dengan sedikit bantal. Hindari penggunaan bantal yang tinggi pada kepala
R/: perubahan kepala pada satu sisi dapat menimbulkan penekanan pada vena jugularis dan menghambat aliran darah otak (menghambat drainase pada vena serebral), untuk itu dapat meningkatkan TIK
6. Berikan periode istirahat antara tindakan perawatan dan batasi lamanya prosedur.
R/: tindakan yang terus menerus dapat meningkatkan TIK oleh efek rangsangan komulatif.
7. Kurangi rangsangan ekstra dan berikan rasa nyaman seperti massase punggung, lingkungan yang tenang, sentuhan yang ramah dan suasana atau pembicaraan yang tidak gaduh.
R/: memberikan suasana yang tenang (colming effect) dapat mengurangi respons psikologis dan memberikan istirahat untuk mempertahan TIK yang rendah.
8. Cegah atau hindari terjadinya valsava maneuver.
R/: mengurangi tekanan intra torakal dan intraabdominal sehingga menghindari peningkatan TIK.
9. Bantu pasien jika batuk, muntah.
R/: aktivitas ini dapat meningkatkan intra thorak atau tekanan dalam thorak dan tekanan dalam abdomen dimana aktivitas ini dapat meningkatkan tekanan TIK.
10. Kaji peningkatan istirahat dan tingkah laku oada opagi hari.
R/: tingkat non verbal ini meningkatkan indikasi peningkatan TIK atau memberikan refleks nyeri dimana pasien tidak mampu mengungkapkan keluhan secara verbal, nyeri yang tidak menurun dapat meningkatkan TIK
11. Palpasi pada pembesaran atau pelebaran blader, peertahgankanb drainase urine secara paten jika digunakan dan juga monitor terdapatnya konstipasi.
R/: dapat meningkatkan respon automatic yang potensial menaikan TIK
12. Berikan penjelasan pada klien (jika sadar) dan orangtua tentang sebab akibat TIK meningkat.
R/: meningkatkan kerja sama dalam meningkatkan perawatan klien dan m engurangi kecemasan
13. Observasi tingkat kesadaran dengan GCS
R/: perubahan kesadaran menunjukkan peningkatan TIK dan berguna menentukan lokasi dan perkembangan penyakit.
14. Kolaborasi :
Pemberian oksigen sesuai indikasi
 R/: Mengurangi hipoksemia, dimana dapat meningkatkan vasodilatasi serebral dan volume darah dan menaikkan TIK
Berikan cairan intravena sesuai dengan yang di indikasikan
 R/: Pemberian cairan mungkin diinginkan untuk mengurangi edema serebral, meningkatkan minimum pada pembuluh darah, tekanan darah, dan TIK.
Berikan obat osmotic diuretic, conytohnya manitol, furosid.
 R/: diuretik mungkin digunakan pada vase akut untuk mengalirkan air dari brain cells, dan mengurangi edema serebral dan TIK.
Berikan sterioid, contohnya deksametason, metal prednisolon
 R/: untuk menurunkan inflamasi (radang) dan mengurangi edema jaringan
Monitor hasil laboratorium sesuai dengan indikasi seperti prothombin, LED.
 R/: membantu memberikan informasi tentang efektivitas pemberian obat.


Dx2: Gangguan rasa nyaman: Nyeri sehubungan dengan meningkatkanya tekanan intracranial, terpasang shunt .

Data Indikasi : Adanya keluahan Nyeri Kepala, Meringis atau menangis, gelisah, kepala membesar
Tujuan :Setelah dilaksakan asuhan keperawatan 2x24 jam diharapkan nyeri kepala klien hilang.
Kriteria hasil: pasien mengatakan nyeri kepala berkurang atau hilang (skala nyeri 0), dan tampak rileks, tidak meringis kesakitan, nadi normal dan RR normal.
Intervensi :
1. Kaji pengalaman nyeri pada anak, minta anak menunjukkan area yang sakit dan menentukan peringkat nyeri dengan skala nyeri 0-5 (0 = tidak nyeri, 5 = nyeri sekali)
R/: Membantu dalam mengevaluasi rasa nyeri.
2. Bantu anak mengatasi nyeri seperti dengan memberikan pujian kepada anak untuk ketahanan dan memperlihatkan bahwa nyeri telah ditangani dengan baik.
R/: Pujian yang diberikan akan meningkatkan kepercayaan diri anak untuk mengatasi nyeri dan kontinuitas anak untuk terus berusaha menangani nyerinya dengan baik.
3. Pantau dan catat TTV.
R/: Perubahan TTV dapat menunjukkan trauma batang otak.
4. Jelaskan kepada orang tua bahwa anak dapat menangis lebih keras bila mereka ada, tetapi kehadiran mereka itu penting untuk meningkatkan kepercayaan.
R/: Pemahaman orang tua mengenai pentingnya kehadiran, kapan anak harus didampingi atau tidak, berperan penting dalam menngkatkan kepercayaan anak.
5. Gunakan teknik distraksi seperti dengan bercerita tentang dongeng menggunakan boneka, nafas dalam, dll.
R/: Teknik ini akan membantu mengalihkan perhatian anak dari rasa nyeri yang dirasakan.
Dx.3: Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan perubahan mencerna makanan, peningkatan kebutuhan metabolism.
Tujuan: Setelah dilaksakan asuhan keperawatan 1x 24 jam diharapkan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh teratasi dengan
Kriteria hasil: tidak terjadi penurunan berat badan sebesar 10% dari berat awal, tidak adanya mual-muntah.
Intervensi :
1. Pertahankan kebersihan mulut dengan baik sebelum dan sesudah mengunyah makanan.
R/: Mulut yang tidak bersih dapat mempengaruhi rasa makanan dan meninbulkan mual.
2. Tawarkan makanan porsi kecil tetapi sering untuk mengurangi perasaan tegang pada lambung.
R/: Makan dalam porsi kecil tetapi sering dapat mengurangi beban saluran pencernaan. Saluran pencernaan ini dapat mengalami gangguan akibat hidrocefalus.
3. Atur agar mendapatkan nutrien yang berprotein/ kalori yang disajikan pada saat individu ingin makan.
R/: Agar asupan nutrisi dan kalori klien adeakuat.
4. Timbang berat badan pasien saat ia bangun dari tidur dan setelah berkemih pertama.
R/: Menimbang berat badan saat baru bangun dan setelah berkemih untuk mengetahui berat badan mula-mula sebelum mendapatkan nutrient
5. Konsultasikan dengan ahli gizi mengenai kebutuhan kalori harian yang realistis dan adekuat.
R/: Konsultasi ini dilakukan agar klien mendapatkan nutrisi sesuai indikasi dan kebutuhan kalorinya.
6. Makanan atau cairan, jika muntah dapat diberikan cairan infuse dekstrosa 5% 2-3 hari kemudian diberikan makanan lunak.
e. Pelaksanaan /implementasi

Pelaksanaan tindakan keperawatan anak dengan hydrosefhalus didasarkan pada rencana yang telah ditentukan dengan prinsip :
Mempertahankan perfusi jaringan serebral tetap adequat
Mencegah terjadinya injuri dan infeksi
Meminimalkan terjadinya persepsi sensori
Mengatasi perubahan proses keluarga dan antisipasi berduka
f. Evaluasi
Setelah tindakan keperawatan dilaksanakan evaluasi proses dan hasil mengacu pada kriteria evaluasi yang telah ditentukan pada masing-masing diagnosa keperawatan sehingga :
• Masalah teratasi atau tujuan tercapai (intervensi di hentikan)
• Masalah teratasi atau tercapai sebagian (intervensi dilanjutkan)
• Masalah tidak teratasi / tujuan tidak tercapai (perlu dilakukan pengkajian ulang & intervensi dirubah).

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Hidrosefalus adalah kelainan patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya cairan serebrospinal dengan atau pernah dengan tekanan intrakranial yang meninggi, sehingga terdapat pelebaran ventrikel (Darsono, 2005:209).

Hidrosefalus terjadi bila terdapat penyumbatan aliran CSS pada salah satu tempat antara tempat pembentukan CSS dalam system ventrikel dan tempat absorpsi dalam ruang subaraknoid. Akibat penyumbatan terjadi dilatasi ruangan CSS di atasnya.

Klasifikasi/ Macam-Macam Hidrosefalus
1. Kongenital
2. Di dapat
Berdasarkan letak obstruksi CSF hidrosefalus pada bayi dan anak ini juga terbagi dalam dua bagianyaitu :
1. Hidrosefalus obstruktif/non komunikans
2. Hidrosefalus Komunikans

B. SARAN
Semoga makalah yang kami susun dapat dimanfaatkan secara maksimal, sehingga dapat membantu proses pembelajaran, dan dapat mengefektifkan kemandirian dan kreatifitas mahasiswa. Selain itu, diperlukan lebih banyak referensi untuk menunjang proses pembelajaran.


DAFTAR PUSTAKA
Muttaqin, Arif. 2008. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan System Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.
Mansjoer. A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran jilid 2. EGC: Jakarta.
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Universitas Indonesia. Buku kuliah 2 Ilmu kedokteran: EGC
Ngoerah, I Gusti Ngoerah. 2001. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Saraf. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Rabu, 05 Desember 2012

ASKEP Karbunkel


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  LATAR BELAKANG
Karbunkel merupakan tonjolan yang nyeri dan berisi nanah yang terbentuk dibawah kulit ketika bakteri menginfeksi dan menyebabkan inflamasi pada satu atau lebih folikel rambut. Furunkel yang berdekatan dapat bergabung membentuk karbunkel. Karbunkel merupakan beberapa furunkel yang membentuk kelompok (cluster). Karbunkel memiliki lesi inflamasi yang lebih luas, dasarnya dalam, dan ditandai dengan nyeri yang luar biasa pada tempat lesi yang biasanya ditemui pada tengkuk, punggung atau paha. Penyebab dari furunkel atau karbunkel ini biasanya bakteri Stafilokokus aureus.
Karbunkel dapat muncul dimana saja pada kulit, tetapi terutama muncul pada wajah, leher, ketiak, pantat atau paha – area yang terdapat rambut dan banyak mengeluarkan keringat atau mengalami gesekan. Walaupun setiap orang memiliki potensi untuk terkena furunkel atau karbunkel, beberapa orang dengan diabetes, sistem imun yang lemah, jerawat atau problem kulit lainnya memiliki resiko lebih tinggi.
Karbunkel merupakan penyakit yang agak jarang. Belum ada data yang spesifik yang menunjukkan prevalensi penyakit ini. Statistik Departemen Kesehatan Inggris menunjukkan bahwa pada tahun 2002 dan 2003 terdapat sekitar 0,19% atau 24.525 penderita berobat ke Rumah Sakit Inggris dengan diagnosa furunkel abses kutaneus dan karbunkel.
Karbunkel dapat memberikan komplikasi melalui bakteremia yang terjadi bila bakteri S.aureus masuk kedalam aliran darah. Karbunkel dapat meyebabkan syok septik yang bila tidak ditangani dengan serius dapat menyebabkan kematian. Bakteremia S.aureus dapat menimbulkan infeksi pada organ lain yang disebut dengan infeks metastasis. Infeksi metastasis ini antara lain endokarditis, osteomielitis, vaskulitis, atau abses otak.
Mengingat kasus karbunkel ini memiliki komplikasi yang cukup serius dan pentingnya pengobatan lebih dini diharapkan tinjauan pustaka ini dapat menjadi salah satu sumber referensi.


1.2  Rumusan Masalah
1)      Apakah yang menyebabkan penyakit Karbunkel ?
2)      Bagaimana gejala dan pengobatan penyakit Karbungkel ?
3)      Bagaimana asuhan keperwatan penyakit Karbunkel ?
1.3  Tujuan
Tujuan Umum
Mampu menjelaskan apa yang dimaksud dengan Karbunkel
Tujuan Khusus
1)      Mampu menjelaskan definisi Karbunkel
2)      Mampu menjelaskan penyebab penyakit Karbunkel
3)      Mampu menjelaskan gejala dan pengobatan penyakit Karbunkel
4)      Mampu menjelaskan Asuhan keperawatan penyakit Karbunkel
1.4  Manfaat
Manfaat yang ingin diperoleh dalam penyusunan makalah ini adalah:
1)      Mendapatkan pengetahuan tentang definisi Karbunkel
2)      Mendapatkan pemahaman tentang penyebab penyakit Karbunkel
3)      Mendapatkan pemahaman tentang gejala dan pengobatan penyakit Karbunkel
4)      Mendapatkan pemahaman tentang Asuhan keperawatan penyakit Karbunkel




BAB II
PEMBAHASAN
DEFINISI

            Karbungkle adalah abses pada kulit dan jaringan subkutan yang  merupakan beberapa frunkle yang membentuk kelompok (cluster). Karbunkle memiliki lesi inflamasi yang ebih luas, dasarnya dalam, dan ditandai dengan nyeri yang luar biasa pada tempat lesi yang biasanya ditemui pada tengkuk, punggung atau paha.
            Karbunkel adalah satu kelompok beberapa folikel rambut yang terinfeksi oleh Staphylococcus aureus, yang disertai oleh keradangan daerah sekitarnya dan juga jaringan dibawahnya termasuk lemak bawah kulit.
            Karbunkel adalah satu kelompok beberapa folikel rambut yang terinfeksi oleh Staphylococcus aureus, yang disertai oleh keradangan daerah sekitarnya dan juga jaringan dibawahnya termasuk lemak bawah kulit.
             Karbunkel adalah kumpulan folikel rambut yang terinfeksi dilapisan dermis dan subkutis. Dapat terbentuk abses apabila sel-sel imun mengelilingi infeksi.
            Pada karbunkel : penderita diabetes mellitus, malnutrisi, gagal jantung, penyakit kulit yang menyeluruh dan berat misalnya eritoderma, pemfigus dan pengobatan steroid lama, walaupun dapat pada orang sehat. Tersering pada laki-laki, usia menengah dan usia tua.
      Karbunkel merupakan abses pada kulitdan jaringan subkutan yang menggambarkan perluasan sebuah furunkel yang telah menginvasi beberapa buah folikel rambut, karbunkel berukuran besar dan memiliki letak yang dalam. Biasanya keadaan ini disebabkan oleh infeksi stapilococcus. Karbunkel paling sering ditemukan didaerah yang kulitnya tebal dan tidak elastis. Bagian posterior leher dan bokong merupakan lokasi yang sering. Pada karbunkel, inflamasi yang luas sering tidak diikuti dengan pengisolasian infeksi tersebutsehingga terjadi absorpsi yang mengakibatkan panas tinggi, rasa nyeri,   leikositosis dan bahkan penyebaran infeksi kedalam darah.


ETIOLOGI
Karbunkel biasanya terbentuk ketika satu atau beberapa folike rambut terinfeksi  oleh bakteri staphyilococcus (S.aureus).  bakteri ini merupakan flora normal pada kulit dan terkadang terdapat pada tenggorokan dan saluran hidung. Sekitar 25-30% populasi membawa bakteri ini pada hidungnya tanpa menjadi sakit dan 1% populasi membawa methicillin resistant staphylococcus aureus (MRSA). MRSA merupakan strai dari S.aureus yang resistant terhadap antibiotic, termasuk methicillin , penisilin, amoksisilin, oxacillin dan nafcillin sehingga sering menyebabkan infeksi karbunkle yang serius dan sering berulang.
Bakteri S.aureus berbentuk bulat (coccus), memiliki diameter 0,5-1,5 mm, memiliki susunan bergerombol seperti anggur, tidak memiliki kapsul, nonmotil, katalase positif dan pada perwarnaan gram tampak berwarna ungu. Bakteri ini bertanggung jawab untuk sejumlah penyakit- penyakit serius seperti pneumonia, meningitis, osteomielitis dan endokarditis. Bakteri ini juga merupakan penyebab utama infeksi nosokomial dan penyakit yang didapat dari makanan.

MANIFESTASI KLINIS
Pada permulaan infeksi terasa sangat nyeri dan tampak benjolan merah, permukaan halus, bentuk seperti kubah dan lunak.
Ø  Beberapa hari ukuran membesar 3 – 10 cm.
Ø  Supurasi terjadi setelah 5 – 7 hari dan pus keluar dari banyak lubang fistel.
Ø  Setelah nekrosis tampak modul yang menggaung atau luka yang dalam dengan dasar yang purulen.


PATOFISIOLOGI
            Karbunkel dapat muncul dimana saja pada kulit,terutama pada wajah, leher,ketiak,bokong,paha,dan terutama pada area yang terdapat rambut,serta banyak mengeluarkan keringatatau mengalami gesekan. Walaupun setiap orang memiliki potensi untuk terkena furunkel atau karbunkel. Beberapa orang dengan diabetes, sistem imun yang lemah, jerawat, atau masalah kulit lainnya juga memiliki resikolebih tinggi.
            Pada karbungkel, inflamasi yang luas sering tidak diikuti dengan pengisolasian total infeksi tersebut sehingga terjadi absorpi yang mengakibatkan panas tinggi,rasa nyeri, leukositosis, dan bahan penyebaran infeksi ke dalam darah.
            Karbunkel dapat mememberikan komplikasi melalui bakteremia yang terjadi bila bakteri S.aureus masuk ke dalam aliran darah. Karbunkel dapat menyebabkan syok septik di mana bila tidak ditangani dengan serius dapat menyebabkan kematian. Bakterimea S.aureus dapat menimbulkan infeksi pada orang lain yang disebut dengan infeksi metastasis. Infeksi metastasis ini antara lain endokarditis, osteomielitis,vaskulitis, atau abses otak.

PENATALAKSANAAN
a)        Kompres hangat
b)       antibiotik topikal atau sistemik.
c)        Abses mungkin memerlukan insisi dan drainase.



ASUHAN KEPERAWTAN DENGAN PASIEN KARBUNKEL
1.      Pengakjian
Ø  Data subyektif :
Pasien mengeluh nyeri, badan terasa panas, mual muntah, gatal-gatal pada kulit, terdapat luka pada kulit, tidak bisa tidur/kurang tidur, malu dengan kondisi sakitnya, dan mengatakan tidak mengetahui tentang penyakitnya.
Ø  Data obyektif :
Suhu tubuh meningkat melebihi 38 derajat celcius, ekspresi wajah meeringis, menggaruk-garuk di kulit, gelisah tidak bias tidur, menutup diri/menarik diri, porsi makan tidak dihabiskan, kulit tampak lecet/luka, mual-muntah, pasien bertanya tentang penyakitnya
2.      Pemeriksaan fisisk

3.      DIAGNOSA KEPERAWATAN

1)      Nyeri berhubungan dengan respon inflamasi lokal sekunder dari kerusakan saraf perifer kulit
2)      Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit
3)      Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan fungsi barier kulit
4)      Kebutuhan pemenuhan informasi berhubungan dengan tidak adekuatnya sumber informasi, ketidaktahuan program perawatan dan pengobatan

4.      INTERVENSI KEPERAWATAN
1)      Nyeri berhubungan dengan respon inflamasi lokal sekunder dari kerusakan saraf perifer kulit
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan  selama 1 x 24 jam nyeri klien dapat berkurang
Kriteria Hasil :
*      Nyeri berkurang atau dapat diadaptasi . skala nyeri 0-1
*      Dapat mengidentivikasi aktivitas yang meningkatkan atau menurunkan nyeri
*      Klien tidak gelisah
Intervensi
v  Kaji nyeri dengan pendekatan PQRS
R/ menjadi parameter dasar untuk megetahui sejauh mana rencana intervensi yang diperlukan dan sebagai evaluasi keberhasilan dari intervensi manajemen nyeri keperawatan
v  Jelaskan dan bantu klien dengan tindakan pereda nyeri nonfarmakologi dan noninvasif
R/ pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan nonfarmakologi lainnya telah menunjukkan keefektifan dalam mengurangi nyeri.
v  Beri kompres hangat. Lakukan 3 x sehari
R/ untuk mempercepat pematangan karbunkel, kompres dengan kain basah dan hangan sekitar 20 menit.
v  Ajarkan klien dengan teknik distraksi pada saat nyeri
R/ distraksi (pengalihan perhatian) dapat menurunkan stimulus internal dengan mekanisme peningkatan produksi endorfrin dan enkefalin yang dapat memblok reseptor nyeri untuk tidak di kirimkan ke kortex serebri sehingga menurunkan persepsi nyeri.
v  Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgetik.
R/ analgetik memblok lintasan nyeri sehingga nyeri akan berkurang

2)      Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit
Tujuan :setelah dilakukan tindakan selama 1 x 24 jam diharapkan suhu tubuh menjadi normal
Kriteria Hasil :
*      Membran mukosa lembab
*      Kulit hangat dan lembab
Intervensi
v  Ciptakan hubungan yang baik dan saling percaya
R/ agar terjalin hubungan yang baik dan saling percaya
v  Observasi TTV dan KU
R/untuk melihat perkebangan klien
v  Lakukan kompres air dingin
R/agar panas dapat segera turun
v  Anjurkan memakai pakaian tipis dan menyerap keringat
R/mempermudah proses evaporasi dan mengurangi iritasi pada kulit
v  Beri minum sedikit tapi sering
R/ menjaga kestabilan cairan dalam tubuh serta mengurangi resiko dehidrasi.
v  Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian antipiretik
R/ Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada hipotalamus.

3)      Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan fungsi barier kulit
Tujuan : setelah dilakukan tindakan selama 1 x 24 jam pasien dapat mempertahankan integritas kulit.
Kriteria Hasil :
*      CRT > 3 detik
*      Kulit klien lembab

Intervensi
v  Ciptakan hubungan yang baik dan saling percaya
R/ agar terjalin hubungan yang baik dan saling percaya
v  Kaji/catat ukuran atau warna, kedalaman luka dan kondisi sekitar luka
R/Memberikan informasi dasar tentang kebutuhan dan petunjuk tentang sirkulasi
v  Anjurkan pasien untuk menjaga kebersihan kulit dengan cara mandi sehari 2 kali
R/Menjaga kebersihan kulit dan mencegah komplikasi
v  Lindungi kulit yang sehat terhadap kemungkinan maserasi
R/Maserasi pada kulit yang sehat dapat menyebabkan pecahnya kulit dan perluasan kelainan primer
v  Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat topical
R/Mencegah atau mengontrol infeksi
4)      Kebutuhan pemenuhan informasi berhubungan dengan tidak adekuatnya sumber informasi, ketidaktahuan program perawatan dan pengobatan.
Tujuan: terpenuhinya pangetahuan klien tentang kondisi penyakit
Kriteria Hasil :
*      Mengungkapkan pengertian tentang proses infeksi,tindakan yang di butuhkan dengan kemungkinan komplikasi
*      Mengenal perubahan gaya hidup atau tingkah laku untuk mencegah terjadinya komplikasi
Intervensi
v  Ciptakan hubungan yang baik dan saling percaya
R/ agar terjalin hubungan yang baik dan saling percaya
v  Beritahukan pasien/orang terdekat mengenai dosis,aturan, dan efek pengobatan.
R/ Informasi dibutuhkan untuk meningkatkan perawatan diri,untuk menambah kejelasan efektivitas pengobatan dan mencegah komplikasi.
v  Jelaskan tentang pentingnya pengobatan antibakteri.
R/Pemberian antibakteri dirumah dibutuhkan untuk mengurangi invansi bakteri pada kulit.
v  Ajarkan perawatan kulit
R/perawatan kulit secara umum,tujuannya adalah mengurangi jumlah S.aureus pada kulit.





KESIMPULAN
            Karbunkel merupakan abses pada kulitdan jaringan subkutan yang menggambarkan perluasan sebuah furunkel yang telah menginvasi beberapa buah folikel rambut, karbunkel berukuran besar dan memiliki letak yang dalam. Biasanya keadaan ini disebabkan oleh infeksi stapilococcus.
            Karbunkel paling sering ditemukan didaerah yang kulitnya tebal dan tidak elastis. Bagian posterior leher dan bokong merupakan lokasi yang sering. Pada karbunkel, inflamasi yang luas sering tidak diikuti dengan pengisolasian infeksi tersebutsehingga terjadi absorpsi yang mengakibatkan panas tinggi, rasa nyeri,   leikositosis dan bahkan penyebaran infeksi kedalam darah.
            Pada karbunkel : penderita diabetes mellitus, malnutrisi, gagal jantung, penyakit kulit yang menyeluruh dan berat misalnya eritoderma, pemfigus dan pengobatan steroid lama, walaupun dapat pada orang sehat. Tersering pada laki-laki, usia menengah dan usia tua
           


DAFTAR PUSTAKA

1.      Boils and Carbuncles. Available from: URL: HYPERLINK: http://www.mayoclinic.com/health/boils-and-carbuncles/DS00466
2.      Jakarta: EGC; 2005.Siregar RS. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit Edisi 2.
3.      Statistics about Carbuncle. Available from: URL: HYPERLINK:  http://www.cureresearch.com/c/carbuncle/stats.htm