Daftar Blog Saya

Selasa, 04 Desember 2012

ASKEP HIPERFUNGSI ADRENAL


BAB I
PENDAHULUAN

1.1     LATAR BELAKANG MASALAH

Dalam tubuh terdapat berbagi macam hormone yang dihasilkan oleh berbagai macam organ atau kelenjar seperti diantaranya kelenjar suprarenal yang terbagi menjadi 2 yaitu medulla adrenal dan karteks adrenal dimana kelenjar-kelenjar ini menghasilkan berbagai macam hormon yang sangat berguna dari tubuh. Kelainan ataupun gangguan pada kelenjar adrenal tentu akan berpengaruh pada tubuh.

Anatomi Fisiologi Kelenjar Adrenal

Kelenjar adrenal adalah dua struktur kecil yang terletak di atas masing-masing ginjal.Pada masing-masing kelenjar adrenal tersebut terbagi menjadi dua bagian, yaitu bagian luar (korteks) dan bagian tengah (medulla). Bagian medulla menghasilkan hormon amina, sedangkan bagian korteks menghasilkan hormon steroid

1.       MEDULA ADRENAL
Medula adrenal dianggap juga sebagai bagian dari sistem saraf. Sel-sel sekretorinya merupakan modifikasi sel-sel saraf yang melepaskan dua hormon yang berjalan dalam aliran darah: epinephrine (adrenalin) dan norephinephrin (noradrenalin).
Peranan adrenalin pada metabolisme normal tubuh belum jelas.Sejumlah besar hormon ini dilepaskan dalam darah apabila seseorang dihadapkan pada tekanan, seperti marah, luka atau takut.jika hormone adrenalin dilepaskan dalam tubuh, hormone menimbulkan tanggapan yang sangat luas, laju dan kekuatan denyut jantung meningkat sehingga tekanan darah meningkat. Kadar gula darah dan laju metabolisme meningkat sehingga memungkinkan udara masuk dan keluar paru-paru lebih mudah, pupil mata membesar. Hormon noradrenalin juga menyebabkan peningkatan tekanan darah

2.       KORTEKS ADRENAL
Stimulasi korteks oleh sistem saraf simpatetik menyebabkan dikeluarkannya hormon ke dalam darah yang menimbulkan respon “fight or flight”. Korteks adrenal korteks adrenal mensekresi tiga kelompok hormon.
3.       KORTEKS ADRENAL
Stimulasi korteks oleh sistem saraf simpatetik menyebabkan dikeluarkannya hormon ke dalam darah yang menimbulkan respon “fight or flight”. Korteks adrenal korteks adrenal mensekresi tiga kelompok hormon.

Disfungsi Kelenjar Adrenal

Disfungsi kelenjar adrenal merupakan gangguan metabolic yang menunjukkan kelebihan/defisiensi kelenjar adrenal (Rumohorbo Hotma, 1999).
Hiperfungsi Kelenjar Adrenal
a.       Sindrom Chusing
Sindrom cushing disebabkan oleh sekresi berlebihan steroid adrenokortikal, terutama kortisol. Gejala klinis bisa juga ditemukan oleh pemberian dosis farmakologis kortikosteroid sinetik
b.       Sindrom Adrenogenital
Penyakit yang disebabkan oleh kegagalan sebagian atau menyeluruh, satu atau beberapa enzim yang dibutuhkan untuk sintesis steroid
c.       Hiperaldosteronisme
     1)            Hiperaldostirodisme Primer (Sindrom Chon)
 Kelainan yang disebabkan karena hipersekresi aldosteron autoimun
     2)            Aldosteronisme Sekunder
Kelainan yang disebabkan karena hipersekresi rennin primer, ini disebabkan oleh hyperplasia sel juksta glomerulus di gi


1.2 RUMUSAN MASALAH
1)            Apa definisi hiperfungsi adrenal   (Sindrom chusing) ?
2)            Bagaimana etiologi Hiperfungsi adrenal ?
3)            Bagaimana patofisiologi hiperfungsi adrenal ?
4)            Bagaimana manifetasi klinik hiperfungsi adrenal ?
5)            Bagaimana pemeriksaan penunjang hiperfungsi adrenal ?
6)            Bagaimana penatalaksanaan hiperfungsi adrenal ?
7)            Bagaimana komplikasi hiperfugsi adrenal ?
8)            Bagaimana WOC hiperfungsi adrenal ?


1.3  TUJUAN
1)            Agar mengetahui definisi hiperfungsi adrenal   (Sindrom chusing)
2)            Agar mengetahui etiologi Hiperfungsi adrenal
3)            Agar mengetahui patofisiologi hiperfungsi adrenal
4)            Agar mengetahui manifetasi klinik hiperfungsi adrenal
5)            Agar mengetahui pemeriksaan penunjang hiperfungsi adrenal
6)            Agar mengetahui penatalaksanaan hiperfungsi adrenal
7)            Agar mengetahui komplikasi hiperfugsi adrenal
8)            Agar mengetahui WOC hiperfungsi adrenal





BAB II
PEMBAHASAN

2.1  DEFINISI HIPERFUNGSI ADRENAL   (Sindrom chusing)

Sindrom cushing adalah keadaan klinik yang terjadi akibat dari paparan terhadap glukokortikoid sirkulasi dengan jumlah yang berlebihan untuk waktu yang lama (Green Span, 1998). Penyakit cushing didefinisikan sebagai bentuk spesifik tumor hipofisis yang berhubungan sekresi ACTH hipofisis berlebihan. Sindrom cushing dapat diklasifikasikan menjadi beberapa bagian, yaitu:

a. Penyakit cushing
Merupakan tipe sindroma cushing yang paling sering ditemukan berjumlah kira-kira 70% dari kasus yang dilaporkan. Penyakit cushing lebih sering pada wanita (8:1, wanita:pria) dan umur saat diagnosis biasanya antara 20-40 tahun.
b.Hipersekresi ACTH ektopik
Kelainan ini berjumlah sekitar 15% dari seluruh kasus Sindroma Cushing. Sekresi ACTH ektopik paling sering terjadi akibat karsinoma small cell di paru-paru, tumor ini menjadi penyebab pada 50% kasus sindroma. Sindroma ACTH etopik lebih sering pada laki-laki. Rasio wanita:pria adalah 1:3, dan insiden tertinggi pada umur 40-60 tahun.
c.Tumor-tumor Adrenal Primer
Tumor-tumor adrenal primer menyebabkan 17%-19% kasus-kasus Sindroma Cushing. Adenoma-adenoma adrenal yang mensekresi glukokortikoid lebih sering terjadi pada wanita. Karsinoma-karsinoma adrenokortikal yang menyebabkan kortisol berlebih juga lebih sering terjadi pada wanita; tetapi bila kita menghitung semua tipe, maka insidens keseluruhan lebih tinggi pada laki-laki. Usia rata-rata pada saat diagnosis dibuat adalah 38 tahun, 75% kasus terjadi pada orang dewasa.
d.Sindroma Cushing pada Masa Kanak-kanak
Sindroma Cushing pada masa kanak-kanak dan dewasa jelas lebih berbeda. Karsinoma adrenal merupakan penyebab yang paling sering dijumpai (51%), adenoma adrenal terdapat sebanyak 14%. Tumor-tumor ini lebih sering terjadi pada usia 1 dan 8 tahun. Penyakit Cushing lebih sering terjadi pada populasi dewasa dan berjumlah sekitar 35% kasus, sebagian besar penderita-penderita tersebut berusia lebih dari 10 tahun pada saat diagnosis dibuat, insidens jenis kelamin adalah sama.

2.2   ETIOLOGI
a.         Glukokartikoid yang berlebihan
b.         Aktifitas korteks adrenal yang berlebih
c.         Hiperplasia korteks adrenal
d.         Pemberian kortikosteroid yang berlebih
e.         Sekresi steroid adrenokortikal yang berlebih terutama kortisol
f.          Tumor-tumor non hipofisis
g.         Adenoma hipofisis
h.         Tumor adrenal

2.3      PATOFISIOLOGI
Hiperfungsi korteks adrenal dapat terjadi tanpa tergantung pada kontrol ACTH seperti pada tumor atau hyperplasia korteks adrenal nodular bilateral dengan kemampuannya untuk menyekresi kortisol secara autonomi dalam korteks adrenal. Tumor korteks adrenal yang akhirnya menjadi sindrom cushing dapat jinak (adenoma) atau ganas (karsinoma). Adenoma korteks adrenal dapat menyebabkan sindroma cushing yang berat, namun biasanya berkembang secara lambat, dan gejala dapat timbul bertahun-tahun selama diagnosis ditegakkan. Sebaliknya, karsinoma adrenokortikal berkembang cepat dan dapat menyebabkan metastasis serta kematian.
Adanya sindroma cushing dapat ditentukan berdasarkan riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik yang telah dijelaskan diatas. Diagnosis umumnya ditegakkan berdasarkan kadar kortisol yang abnormal dalam plasma dan urine. Tes-tes spesifik dapat menentukan ada atau tidaknya irama sirkadian normal pelepasan kortisol dan mekanisme pengaturan umpan balik yang sensitive. Tidak adanya irama sirkadian dan berkurang atau hilangnya kepekaan system pengaturan umpan balik merupakan cirri sindrom cushing.

2.4       MANIFESTASI KLINIK
Manifestasi klinik yang sering ditemukan pada penyakit sydrom cushing antara lain obesitas sentral, gundukan lemak pada punggung, muka bulat (moon face), striae, berkurangnya massa otot dan kelemahan umum.
Tanda dan gejala lain yang dapat ditemukan pada sindrom cushing seperti atripi/kelemahan otot ekstremitas, hirsutisme (kelebihan bulu pada wanita), ammenorrhoe, impotensi, osteoporosis, atropi kulit, akne, udema., nyeri kepala, mudah memar dan gangguan penyembuhan luka. (Buku Ajar Ilmu Bedah, R. Syamsuhidayat, hal. 946)


2.5      PEMERIKSAAN PENUNJANG
a.         Pemerisaan laboratorium
     1)            Penurunan konsentrasi glukosa darah dan natrium (hipoglikemia dan hiponatremia
     2)            Peningkatan kosentrasi kalium serum (hiperkalemia)
     3)            Peningkatan jumlah sel darah putih (leukositosis)
     4)            Penurunan kadar kortisol serum
     5)             Kadar kortisol plasma rendah
b.         Pemeriksaan radiografi abdominal menunjukan adanya kalsifikasi diadrenal
c.          CT Scan
Detektor kalsifikasi adrenal dan pembesaran adrenal yang sensitive hubungannya dengan insufisiensi pada tuberculosis, infeksi, jamur, penyakit infiltratif malignan dan non malignan, dan haemoragik adrenal
d.         Gambaran EKG
Tegangan rendah aksis QRS vertical dan gelombang ST non spesifik abnormal sekunder akibat adanya abnormalitas elektrolit

2.6       PENATALAKSANAAN
a.    Medik
     1)            Terapi dengan pemberian kortikosteroid setiap hari selama 2 sampai 4 minggu dosis 12,5 sampai 50 mg/hari
     2)            Hidrokortison (solu- cortef) disuntikan secara IV
     3)            Prednison (7.5 mg/hari)dalam dosis terbagi diberikan untuk terapi pengganti kortisol
     4)            Pemberian infuse dekstrosa 5%dalam larutan salineFludrokortison: 0,05-0,1 mgper oral dipagi hari
b.       Keperawatan
1)      1) _____________________________________________________________________________________________________________________________Pengukuran TTV
2)      Memberikan rasa nyaman dengan mengatur atau menyediakan waktu istirahat pasien
3)      Menempatkan pasien dalam posisi setengah duduk dengan kedua tungkai ditinggikan
4)      Memberikan suplemen makanan dengan penambahan garam
5)      Follow up: mempertahankan berat badan, tekanan darah dan elektrolit yang normal disertai regresi gambaran klinis
6)      Memantau kondisi pasien untuk mendeteksi tanda dan gejala yang menunjukan adanya krisis Addison


2.7       KOMPLIKASI   
  • Syok (akibat dari infeksi akut atau penurunan asupan garam)
  • Kolaps sirkulasi 
  • Dehidrasi 
  • Hiperkalemia 
  • Sepsis
Krisis Addison disebabkan karena hipotensiakut (hiperkortisolisme) ditandai dengan sianosis, panas, pucat, cemas, nadi cepat.

2.8 WOC


    BAB III
KONSEP KEPERAWATAN
3.1     PENGKAJIAN
                  Identitas pasien
·         Nama
·         Alamat                   
·         Status                     
·         Agama
·         Suku / Bangsa        
·         Pendidikan            
·         Pekerjaan
·         No. Regristrasi       
·         Tgl. MRS               
Keluhan  Utama
Pasien mengakatan Amenorea , Nyeri punggung Mudah lelah/kelelahan otot   Sakit kepala Luka sukar sembuh.
Riwayat Penyakit sekarang
                    Sebelum masuk rumah sakit pasien mengalami nyeri puggung
        Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengatakan tidak punya riwayat penyakit kronik atau menular dan pasien juga tidak pernah menjalani rawat inap di rumah sakit / operasi.
            Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengatakan bahwa keluarganya tidak pernah mengalami penyakit menurun / menular seperti Diabetes Mellitus, Hepatitis.
            Riwayat Psikologis
Pasien measa cemas dengan apa yang dialami namun bisa menerima keadaannya sekarang.



3.2  Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum
 kesadaran Composmentis
TTV :
            TD : 150/80 mmHg
            S   : 370C
            N   : 80 x/menit
2. Musculoskeletal
    Kelemahan otot,  Miopati,  Osteoporosis

3. Integument
 Penipisan kulit striae,  Petechie-hirsutisme (pertumbuhan bulu wajah)  
Ekimosis-edema pada ekstremitas .

            4. Kardiovaskuler
                        Toleransi terhadap aktivitas menurun, hipertensi



3.3  DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Kelebihan volume cairan b.d sekresi kortisol berlebih karena sodium dan retensi cairan
b. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan otot dan perubahan metabolisme protein
c. Resiko infeksi b.d penurunan respon imun, respon inflamasi
d. Resiko cidera b.d kelemahan
e. Gangguan integritas kulit b.d kerusakan proses penyembuhan, penipisan dan kerapuhan kulit
f. Gangguan body image b.d perubahan integumen, perubahan fungsi sexual
g. Perubahan proses piker b.d sekresi kortisol berlebih
h. Defisit perawatan diri b.d penurunan masa otot
i. Kurang pengetahuan b.d kurang informasi mengenai pengobatan, proses penyakit dan perawatan

3.4   INTERVENSI DN RASIONAL
Dx 1. Kelebihan volume cairan b.d sekresi kortisol berlebih karena sodium dan retensi cairan
Tujuan : Klien menunjukkan keseimbangan volume cairan setelah dilakukan
tindakan keperawatan
KH :
           Edema berkurang
           Intake output seimbang
BB dalam batas normal
Intervensi :
1) Ukur intake output
R/ Menunjukkan status volume sirkulasi terjadinya perpindahan cairan dan respon terhadap nyeri
2) Hindari intake cairan berlebih ketika pasien hipernatremia
R/ Memberikan beberapa rasa kontrol dalam menghadapi upaya pembatasan
3) Ukur TTV (TD, N, RR) setiap 2 jam
R/ TD meningkat, nadi menurun dan RR meningkat menunjukkan kelebihan cairan
4) Timbang BB klien
R/ Perubahan pada berat badan menunjukkan gangguan keseimbangan cairan
5) Monitor ECG untuk abnormalitas (ketidakseimbangan elektrolit)
R/ Hipernatremi dan hipokalemi menunjukkan indikasi kelebihan cairan
6) Lakukan alih baring setiap 2 jam
R/ Alih baring dapat memperbaiki metabolisme
7) Kolaborasi hasil lab (elektrolit : Na, K, Cl)
R/ Menunjukkan retensi cairan dan harus dibatasi
8) Kolaborasi dalam pemberian tinggi protein, tinggi potassium dan rendah sodium
R/ Menurunkan retensi cairan

Dx 2. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan otot dan perubahan metabolisme protein
Tujuan : Klien menunjukkan aktifitaskembali normal setelah dilakukan tinda-
kan keperawatan
KH : - Menunjukkan peningkatan kemampuan dan berpartisipasi dalam
aktivitas
- Kelemahan (-)
- Kelelahan (-)
- TTV dbn saat / setelah melakukan aktifitas
- TD : 120/80 mmHg
- N : 60-100 x/mnt
- RR : 16-20 x/mnt
Intervensi :
1) Kaji kemampuan klien dalam melakukan aktifitas
R/ Mengetahui tingkat perkembangan klien dalam melakukan aktivitas
2) Tingkatkan tirah baring / duduk
R/ Periode istirahat merupakan tehnik penghematan energi
3) Catat adanya respon terhadap aktivitas seperti :takikardi, dispnea, fatique
R/ Respon tersebut menunjukkan peningkatan O2, kelelahan dan kelemahan
4) Tingkatkan keterlibatan pasien dalam beraktivitas sesuai kemampuannya
R/ Menambah tingkat keyakinan pasien dan harga dirinya secar baik sesuai dengan tingkat aktivitas yang ditoleransi
5) Berikan bantuan aktivitas sesuai dengan kebutuhan
R/ Memenuhi kebutuhan aktivitas klien
6) Berikan aktivitas hiburan yang tepat seperti : menonton TV dan mendengarkan radio
R/ Meningkatkan relaksasi dan penghematan energi, memusatkan kembali perhatian dan meningkatkan koping
Dx 3. Resiko infeksi b.d penurunan respon imun, respon inflamasi
Tujuan : Infeksi tidak terjadi setelah dilakukan intervensi
KH : - Tanda-tanda infeksi (tumor, calor, dolor, rubor, fungsio laesa)
tidak ada
- Suhu normal : 36,5-37,1 C
- Hasil lab : Leukosit : 5000-10.000 gr/dL
Intervensi :
1) Kaji tanda-tanda infeksi
R/ Adanya tanda-tanda infeksi (tumor, rubor, dolor, calor, fungsio laesa) merupakan indicator adanya infeksi
2) Ukur TTV setiap 8 jam
R/ Suhu yang meningkat merupan indicator adanya infeksi
3) Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan keperawatan
R/ Mencegah timbulnya infeksi silang
4) Batasi pengunjung sesuai indikasi
R/ Mengurangi pemajanan terhadap patogen infeksi lain
5) Tempatkan klien pada ruang isolasi sesuai indikasi
R/ Tehnik isolasi mungkin diperlukan untuk mencegah penyebaran / melindungi pasien dari proses infeksi lain
Kolaborasi
6) Pemberian antibiotik sesuai indikasi
R/ Terapi antibiotik untuk mengurangi resiko terjadinya infeksi nosokomial
7) Pemeriksaan lab (Leukosit)
R/ Leukosit meningkat indikasi terjadinya infeksi
Dx 4. Resiko cedera b.d kelemahan
Tujuan : Klien tidak mengalami cidera setelah dilakukan intervensi
KH :    - Cedera jaringan lunak (-)
   - Fraktur (-)
   - Ekimosis (-)
- Kelemahan (-)
Intervensi :
1) Ciptakan lingkungan yang protektif / aman
R/ Lingkungan yang protektif dapat mencegah jatuh, fraktur dan cedera lainnya pada tulang dan jaringan lunak
2) Bantu klien saat ambulansi
R/ Kondisi yang lemah sangat beresiko terjatuh / terbentur sat ambulasi
3) Berikan penghalang tempat tidur / tempat tidur dengan posisi yang rendah
R/ Menurunkan kemungkinan adanya trauma
4) Anjurkan kepada klien untuk istirahat secara adekuat dengan aktivitas yang sedang
R/ Memudahkan proses penyembuhan
5) Anjurkan klien untuk diet tinggi protein, kalsium dan vitamin D
R/ Untuk meminimalkan pengurangan massa otot
6) Kolaborasi pemberian obat-obatan seperti sedative
R/ Dapat meningkatkan istirahat
Dx 5. Gangguan integritas kulit b.d kerusakan proses penyembuhan, penipisan dan kerapuhan kulit
Tujuan : Klien menunjukkan integritas kulit kembali utuh setelah dilakukan
tindakan keperawatan
KH : - Penipisan kulit (-)
- Petechie (-)
- Ekimosis (-)
- Edema pada ekstremitas (-)
- Keadaan kulit baik dan utuh
- Striae (-)

Intervensi :
1) Kaji ulang keadaan kulit klien
R/ Mengetahui kelaianan / perubahan kulit serta untuk menentukan intervensi selanjutnya
2) Ubah posisi klien tiap 2 jam
R/ Meminimalkan / mengurangi tekanan yang berlebihan didaerah yang menonjol serta melancarkan sirkulasi
3) Hindari penggunaan plester
R/ Penggunaan plester dapat menimbulkan iritasi dan luka pada kulit yang rapuh
4) Berikan lotion non alergik dan bantalan pada tonjolan tulang dan kulit
R/ dapat mengurangi lecet dan iritasi
Dx 6. Gangguan body image b.d perubahan integumen, perubahan fungsi sexual
Tujuan : Klien menunjukkan gambaran diri yang positif setelah dilakukan
tindakan keperawatan
KH : - Klien dapat mengekspresikan perasaanya terhadap perubahan
penampilannya
- Klien dapat mengutarakan perasaannya tentang perubahan sexual
- Klien dapat menyebutkan tanda dan gejala yang terjadi selama pengobatan
- Klien dapat melakukan personal hygine setiap hari
Intervensi :
1) Ciptakan lingkungan yang kondusif dengan klien mengenai perubahan body image yang dialami
R/ Lingkungan yang kondusif dapat memudahkan klien untuk mengungkapkan perasaannya
2) Beri penguatan terhadap mekanisme koping yang positif
R/ Membantu klien dalam meningkatkan dan mempertahankan kontrol dan membantu mengembangkan harga diri klien
3) Berikan informasi pada klien mengenai gejala yang berhubungan dengan pengobatan
R/ Dengan diberikan penjelasan tersebut, klien dapat menerima perubahan pada dirinya
4) Diskusikan dengan klien tentang perasaan klien karena perubahan tersebut
R/ Mendiagnosa perubahan konsep diri didasarkan pada pengetahuan dan persepsi klien
5) Jaga privacy klien
R/ Meningkatkan harga diri klien
6) Beri dukungan pada klien dan jadilah pendengar yang baik
R/ Memberikan dukungan dapat memotivasi klien untuk berinteraksi dengan lingkungan sekitar
7) Kolaborasi dengan ahli psikolog
R/ Pasien mungkin membutuhkan dukungan selama berhadapan dengan proses jangka panjang ketidakmampuan
Dx. 7 Perubahan proses pikir berhubungan dengan sekresi cortisol berlebih.
Tujuan : Klien menunjukkan Tidak terjadi perubahan proses pikir.
KH :- Klien mempraktekkan teknik relaksasi.
- Klien mendiskusikan perasaannya dengan mudah.
- Klien dapat berorientasi terhadap lingkungan.
Intervensi :
1) Orientasikan pada tempat, orang dan waktui.
R/ Dapat memolong mempertahankan orientasi dan menurunkan kebingungan.
2) Tetapkan jadwal perawatan rutin untuk memberikan waktu istirahat yang teratur.
R/ Menaikkan orientasi dan mencegah kelelahan yang berlebihan.
3) Anjurkan klien untuk melakukan perawatan diri sendiri sesuai kemampuan.
R/ Mempertahankan orientasi pada lingkungan.
4) Ajarkan teknik relaksasi.
R/ Teknik relaksasi dapat mempengaruhi proses pikir, sehingga klien dapat lebih tenang.
5) Berikan tindakan yang stabil, terang dan tidak menimbulkan stress.
R/ Tindakan yang stabil, tenang dan tidak menimbulkan stress memperbaiki proses pikir.
Dx. 8 Defisit perawatan diri berhubungan dengan penurunan masa otot
Tujuan : Klien menunjukkan perawatan diri yang maksimal.
KH : - Kelemahan (-)
- Keletihan (-)
- Klien ikut serta dalam aktivitas perawatan diri.
- Klien mengalami peningkatan dalam perawatan diri.
- Klien bebas dari komplikasi imobilitas.
Intervensi :
1) Kaji kemampuan klien dalam melakukan aktivitas perawatan diri.
R/ Dapat mengetahui kemampuan klien dan memudahkan intervensi selanjutnya.
2) Bantu klien dalam melakukan aktivitas perawatan diri.
R/ Pemenuhan kebutuhan perawatan diri klien.
3) Libatkan keluarga dalam aktivitas perawatan diri klien.
R/ Keluarga merupakan orang terdekat dalam pemenuhan kebutuhan perawatan diri klien.
4) Rencanakan aktivitas dan latihan klien.
R/ Istirahat klien tidak terganggu dengan adanya aktivitas dan latihan yang terencana.
5) Berikan dorongan untuk melakukan perawatan diri kepada klien dan atur aktivitasnya.
R/ Dapat mencegah komplikasi imobilitas.
6) Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman
R/ Lingkungan yang tenang dan nyaman dapat menaikan istirahat dan tidur.
Dx. 9 Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi mengenai pengobatan, proses penyakit dan perawatan.
Tujuan : Pengetahuan klien bertambah.
KH : - Klien mengatakan pemahaman penyebab masalah.
- Klien mendemonstrasikan pemahaman tentang pengertian, etiologi, tanda dan gejala serta perawatannya.
- Klien mau berpartisipasi dalam proses belajar.
Intervensi :
1) Kaji pengetahuan klien tentang etiologi, tanda dan gejala serta perawatan.
R/ Membuat data dasar dan mengidentifikasi kebutuhan terhadap informasi.
2) Identifikasi data dasar / gejala harus dilaporkan dengan segera pada pemberi pelayanan kesehatan.
R/ Evaluasi dan intervensi yang segera dapat mencegah terjadinya komplikasi.
3) Berikan informasi tentang perawatan pada klien dengan sindrom cushing.
R/ Mempermudah dalam melakukan intervensi dan menaikan pengetahuan klien.
4) Berikan perlindungan (isolasi) bila diindikasikan.
R/ Teknik isolasi mungkin diperlukan unutk mencegah penyebaran / melindungi pasien dari proses infeksi lain.
Kolaborasi.
5) Pemberian antibiotik sesuai indikasi.
R/ Therapi antibiotik untuk mengurangi resiko terjadinya infeksi nosokomial.
6) Pemeriksaan lab (leukosit)
R/ Leukosit yang meningkat indikasi terjadinya infeksi.




BAB  4
PENUTUP
4.1  Kesimpulan
      Sindrom cushing adalah keadaan klinik yang terjadi akibat dari paparan terhadap glukokortikoid sirkulasi dengan jumlah yang berlebihan untuk waktu yang lama (Green Span, 1998). Penyakit cushing didefinisikan sebagai bentuk spesifik tumor hipofisis yang berhubungan sekresi ACTH hipofisis berlebihan. Sindrom cushing dapat diklasifikasikan menjadi beberapa bagian, yaitu:
4.2  Saran
      Sebagai generasi penerus di bidang keperawatan kita hrus lebih memahami dan lebih mnegerti apa , mengapa dan bagaimana terjadinya adrenal hipofungsi. Agar kita bisa memberikan penanganan yang tepat kepada pasien kita kelak.




DAFTAR PUSTAKA

Paschkis KE, Rakoff AE, Cantarow A. Clinical Endocrinology.2 nd ed. New York: Harper & Brother. 1958, pp. 323-359.
William's RH. Textbook of Endocrinology, 5 th ed. PhiladelphiaW.B. Saunders Company, 1974, pp. 233-281.
Soffer LJ Disease of the Endocrine glands, 2 nd ed. Philadelphia:Lea & Febiger, 1958, pp. 268-315.
Swyer GIM Addison's disease, Brit Med. J. 1979; 2: 25-26.
 Guyton AC. Textbook of medical physiology. 6 th ed. Philadelphia:W.B. Saunders Company. 1981, pp. 944-957

 

Tidak ada komentar: