BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Penderita
dengan kelainan hormon paratiroid, tidak tampak jelas pada kehidupan
sehari-hari. Kebanyakan pasien dengan kelainan hormon paratiroid mengalami
gangguan dari metabolisme kalsium dan fosfat. Adapun penyakit yang disebabkan
oleh kelainan hormon paratiroid yakni hipoparatiroid dan hiperparatiroid.
Penyebab kelainan hormon paratiroid sendiri secara spesifik belum diketahui,
namun penyebab yang biasa ditemukan yakni hiperplasia paratiroid, adenoma
soliter dan karsinoma paratiroid.
Parathormon
yang meningkat menyebabkan resorpsi tulang, ekskresi ginjal menurun dan
absorpsi kalsium oleh usus meningkat. Pada keadaan ini dapat menyebabkan
peningkatan sekresi kalsium sehingga manifestasi klinis yang terjadi pada
kerusakan pada area tulang dan ginjal.
Prevalensi
penyakit hipoparatiroid di Indonesia jarang ditemukan. Kira-kira 100 kasus
dalam setahun yang dapat diketahui, sedangkan di negara maju seperti Amerika
Serikat penderita penyakit hipoparatiroid lebih banyak ditemukan, kurang lebih
1000 kasus dalam setahun. Pada Wanita mempunyai resiko untuk terkena
hipoparatiroidisme lebih besar dari pria. Prevalensi penyakit hiperparatiroid
di Indonesia kurang lebih 1000 orang tiap tahunnya. Wanita yang berumur 50
tahun keatas mempunyai resiko yang lebih besar 2 kali dari pria. Di Amerika
Serikat sekitar 100.000 orang diketahui terkena penyakit hiperparatiroid tiap
tahun. Perbandingan wanita dan pria sekitar 2 banding 1. Pada wanita yang
berumur 60 tahun keatas sekitar 2 dari 10.000 bisa terkena hiperparatiroidisme.
Hiperparatiroidisme primer merupakan salah satu dari 2 penyebab tersering
hiperkalsemia; penyebab yang lain adalah keganasan. Kelainan ini dapat terjadi
pada semua usia tetapi yang tersering adalah pada dekade ke-6 dan wanita lebih
sering 3 kali dibandingkan laki-laki. Insidensnya mencapai 1:500-1000. Bila
timbul pada anak-anak harus dipikirkan kemungkinan endokrinopati genetik
seperti neoplasia endokrin multipel tipe I dan II Kelenjar paratiroid berfungsi
mensekresi parathormon (PTH), senyawa yang membantu memelihara keseimbangan
dari kalsium dan phosphorus dalam tubuh. Oleh karena itu yang terpenting hormon paratiroid penting sekali dalam
pengaturan kadar kalsium dalam tubuh seseorang.
Dengan mengetahui fungsi dan komplikasi yang dapat
terjadi pada kelainan atau gangguan pada kelenjar paratiroid ini maka perawat
dianjurkan untuk lebih peka dan teliti dalam mengumpulkan data pengkajian awal
dan menganalisa suatu respon tubuh pasien terhadap penyakit, sehingga kelainan
pada kelenjar paratiroid tidak semakin berat.
2.Rumusan
Masalah
a.Apa definisi dari hipoparatiroid?
b.Bagaimana
asuhan keperawatan yang tepat pada klien dengan hipoparatiroid?
3.Tujuan
Tujuan umum
Menjelaskan
tentang bagaimana konsep dan pendekatan asuhan keperawatan pada klien dengan hipoparatiroid.
Tujuan
khusus
1.
Dapat menjelaskan anatomi kelenjar hipoparatiroid
2.
Dapat menjelaskan fisiolohis kelenjar paratiroid
3. Dapat
menjelaskan definisi hipoparatiroid
4. Dapat
menjelaskan etiologi dari hipoparatiroid
5. Dapat
menjelaskan patofisiologi dari hipoparatiroid
6. Dapat menjelaskan
manifestasi klinis dari hipoparatiroid
7.
Dapat menjelaskan klasifikasi dari hipoparatiroid
8. Dapat
menjelaskan pemeriksaan-pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada klien
hipoparatiroid
9. Dapat
menjelaskan penatalaksaan medis pada klien hipoparatiroid
10. Dapat
menjelaskan komplikasi dari hipoparatiroid
11. Dapat menjelaskan
asuhan keperawatan pada klien hipoparatiroid
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Anatomi Paratiroid
Kelenjar
paratiroid tumbuh dari jaringan endoderm, yaitu sulcus pharyngeus ketiga
dan keempat. Kelenjar paratiroid yang berasal dari sulcus pharyngeus keempat
cenderung bersatu dengan kutub atas kelenjar tiroid yang membentuk kelenjar
paratiroid dibagian kranial. Kelenjar yang berasal dari sulcus pharyngeus ketiga
merupakan kelenjar paratiroid bagian kaudal, yang kadang menyatu dengan kutub
bawah tiroid. Akan tetapi, sering kali posisinya sangat bervariasi. Kelenjar
paratiroid bagian kaudal ini bisa dijumpai pada posterolateral kutub bawah
kelenjar tiroid, atau didalam timus, bahkan berada dimediastinum. Kelenjar
paratiroid kadang kala dijumpai di dalam parenkim kelenjar tiroid. (R.
Sjamsuhidajat, Wim de Jong, 2004, 695)
Secara
normal ada empat buah kelenjar paratiroid pada manusia, yang terletak tepat
dibelakang kelenjar tiroid, dua tertanam di kutub superior kelenjar tiroid dan
dua di kutub inferiornya. Namun, letak masing-masing paratiroid dan jumlahnya
dapat cukup bervariasi, jaringan paratiroid kadang-kadang ditemukan di
mediastinum.
Setiap
kelenjar paratiroid panjangnya kira-kira 6 milimeter, lebar 3 milimeter, dan
tebalnya dua millimeter dan memiliki gambaran makroskopik lemak coklat
kehitaman. Kelenjar paratiroid orang dewasa terutama terutama mengandung sel
utama (chief cell) yang mengandung apparatus Golgi yang mencolok plus retikulum
endoplasma dan granula sekretorik yang mensintesis dan mensekresi hormon
paratiroid (PTH). Sel oksifil yang lebih sedikit namun lebih besar mengandung
granula oksifil dan sejumlah besar mitokondria dalam sitoplasmanya Pada
manusia, sebelum pubertas hanya sedikit dijumpai, dan setelah itu jumlah sel
ini meningkat seiring usia, tetapi pada sebagian besar binatang dan manusia
muda, sel oksifil ini tidak ditemukan.Fungsi sel oksifil masih belum jelas,
sel-sel ini mungkin merupakan modifikasi atau sisa sel utama yang tidak lagi
mensekresi sejumlah hormon.
2.2 Fisiologi Paratiroid
Kelenjar paratiroid mengeluarkan hormon paratiroid
(parathiroid hormone, PTH) yang bersama-sama dengan Vit D3, dan kalsitonin
mengatur kadar kalsium dalam darah. Sintesis PTH dikendalikan oleh kadar
kalsium plasma, yaitu dihambat sintesisnya bila kadar kalsium tinggi dan
dirangsang bila kadar kalsium rendah. PTH akan merangsang reabsorbsi kalsium
pada tubulus ginjal, meningkatkan absorbsi kalsium pada usus halus, sebaliknya
menghambat reabsorbsi fosfat dan melepaskan kalsium dari tulang. Jadi PTH akan
aktif bekerja pada tiga titik sasaran utama dalam mengendalikan homeostasis
kalsium yaitu di ginjal, tulang dan usus. (R. Sjamsuhidayat, Wim de Jong, 2004,
695)
2.3 Definisi
a. Hipoparatiroid adalah defisiensi
kelenjar paratiroid dengan tetani sebagai gejala utama (Haznam).
b. Hipoparatiroid adalah hipofungsi
kelenjar paratiroid sehingga tidak dapat mensekresi hormon paratiroid dalam
jumlah yang cukup. (Guyton).
c. Hipoparatiroidisme adalah
kondisi dimana tubuh tidak membuat cukup hormon paratiroid atau parathyroid
hormone (PTH).
Dari pengertian diatas maka dapat
disimpulkan bahwa hipoparatiroid hipofungsi dari kelenjar paratiroid sehingga
hormon paratiroid tidak dapat disekresi dalam jumlah yang cukup, dengan gejala
utamanya yaitu tetani.
Hipoparatiroid
terjadi akibat hipofungsi paratiroid atau kehilangan fungsi kelenjar paratiroid
sehingga menyebabkan gangguan metabolisme kalsium dan fosfor; serum kalsium
menurun (bisa sampai 5 mg %), serum fosfor meninggi (9,5-12,5 mg%). Keadaan ini
jarang sekali ditemukan dan umumnya sering disebabkan oleh kerusakan atau
pengangkatan kelenjar paratiroid pada saat operasi paratiroid atau tiroid, dan
yang lebih jarang lagi ialah tidak adanya kelenjar paratiroid (secara
congenital).
2.4 Etiologi
Penyebab
spesifik dari penyakit hipoparatiroid belum dapat diketahui secara pasti.
Adapun etiologi yang dapat ditemukan pada penyakit hipoparatiroid, antara lain
:
- Defisiensi sekresi hormon paratiroid, ada dua penyebab utama:
- Post operasi pengangkatan kelenjar paratiroid dan total tiroidektomi
- Idiopatik, penyakit ini jarang dan dapat congenital atau didapat (acquired)
- Hipomagnesemia
- Sekresi hormone paratiroid yang tidak aktif
- Resistensi terhadap hormone paratiroid (pseudohipoparatiroidisme)
Penyebab yang paling umum dari
hipoparatiroidisme adalah luka pada kelenjar-kelenjar paratiroid, seperti
selama operasi kepala dan leher.
Pada kasus-kasus lain,
hipoparatiroidisme hadir waktu kelahiran atau mungkin berhubungan dengan
penyakit autoimun yang mempengaruhi kelenjar-kelenjar paratiroid bersama dengan
kelenjar-kelenjar lain dalam tubuh, seperti kelenjar-kelenjar tiroid, ovari,
atau adrenal.
Hipoparatiroidisme adalah sangat
jarang. Ini berbeda dari hiperparatiroidisme, kondisi yang jauh lebih umum
dimana tubuh membuat terlalu banyak PTH.
2.5
Patofisiologis
Pada hipoparatiroidisme terdapat
gangguan dari metabolisme kalsium dan fosfat, yakni kalsium serum menurun (bisa
sampai 5 mgr%) dan fosfat serum meninggi (bisa sampai 9,5 - 12,5 mgr%).
Pada yang post operasi disebabkan
tidak adekuat produksi hormon paratiroid karena pengangkatan kelenjar
paratiroid pada saat operasi. Operasi yang pertama adalah untuk mengatasi
keadaan hiperparatiroid dengan mengangkat kelenjar paratiroid. Tujuannya adalah
untuk mengatasi sekresi hormon paratiroid yang berlebihan, tetapi biasanya
terlalu banyak jaringan yang diangkat. Operasi kedua berhubungan dengan operasi
total tiroidektomi. Hal ini disebabkan karena letak anatomi kelenjar tiroid dan
paratiroid yang dekat (diperdarahi oleh pembuluh darah yang sama) sehingga
kelenjar paratiroid dapat terkena sayatan atau terangkat. Hal ini sangat jarang
dan biasanya kurang dari 1 % pada operasi tiroid. Pada banyak pasien tidak
adekuatnya produksi sekresi hormon paratiroid bersifat sementara sesudah
operasi kelenjar tiroid atau kelenjar paratiroid, jadi diagnosis tidak dapat
dibuat segera sesudah operasi.
Pada pseudohipoparatiroidisme
timbul gejala dan tanda hipoparatiroidisme tetapi kadar PTH dalam darah normal
atau meningkat. Karena jaringan
tidak berespons terhadap hormon, maka penyakit ini adalah penyakit reseptor.
Terdapat dua bentuk: (1) pada bentuk yang lebih sering, terjadi pengurangan
congenital aktivitas Gs sebesar 50 %, dan PTH tidak dapat meningkatkan secara
normal konsentrasi AMP siklik, (2) pada bentuk yang lebih jarang, respons AMP
siklik normal tetapi efek fosfaturik hormon terganggu.
|
2.7 Manifestasi Klinis
Gejala-gejala
utama adalah reaksi-reaksi neuromuscular yang berlebihan yang disebabkan oleh
kalsium serum yang sangat rendah. Keluhan-keluhan dari penderita (70 %) adalah
tetani atau tetanic aequivalent. Tetani menjadi manifestasi sebagai spasmus
corpopedal dimana tangan berada dalam keadaan fleksi sedangkan ibu jari dalam
adduksi dan jari-jari lain dalam keadaan ekstensi. Juga sering didapatkan
articulatio cubitti dalam keadaan fleksi dan tungkai bawah dan kaki dalam
keadaan ekstensi. Dalam tetanic aequivalent:
- Konvulsi-konvulsi yang tonis atau klonis
- Stridor laryngeal (spasme ) yang bisa menyebabkan kematian
- Parestesia
- Hipestesia
- Disfagia dan disartria
- Kelumpuhan otot-otot
- Aritmia jantung
- Gangguan pernapasan
- Epilepsi
- Gangguan emosi seperti mudah tersinggung, emosi tidak stabil
- Gangguan ingatan dan perasaan kacau
- Perubahan kulit rambut, kuku gigi, dan lensa mata
- Kulit kering dan bersisik
- Rambut alis dan bulu mata yang bercak-bercak atau hilang
- Kuku tipis dan rapuh
- Erupsi gigi terlambat dan tampak hipoplastik
Pada pemeriksaan
kita bisa menemukan beberapa refleks patologis:
- Erb’s sign: Dengan stimulasi listrik kurang dari 5 milli-ampere sudah ada kontraksi dari otot (normal pada 6 milli-ampere)
- 2.Chvostek’s sign: Ketokan ringan pada nervus fasialis (didepan telinga tempat keluarnya dari foramen sylomastoideus) menyebabkan kontraksi dari otot-otot muka.
3.
Trousseau’s
sign: Jika sirkulasi darah dilengan ditutup dengan manset (lebih dari tekanan
sistolik) maka dalam tiga menit tangan mengambil posisi sebagai pada spasme
carpopedal.
- Peroneal sign: Dengan mengetok bagian lateral fibula di bawah kepalanya akan terjadi dorsofleksi dan adduksi dari kaki
Pada ± 40 % dari
penderita-penderita kita mencurigai adanya hipoparatiroidisme karena ada
kejang-kejang epileptik. Sering pula terdapat keadaan psikis yang berubah,
diantaranya psikosis. Kadang-kadang terdapat pula perubahan-perubahan trofik
pada ektoderm:
- Rambut : tumbuhnya bisa jarang dan lekas putih.
- Kulit : kering dan permukaan kasar, mungkin terdapat pula vesikula dan bulla.
- Kuku : tipis dan kadang-kadang ada deformitas.
Pada anak-anak badan tumbuh kurang
sempurna, tumbuhnya gigi-gigi tidak baik dan keadaan mental bisa tidak
sempurna. Juga agak sering terdapat katarak pada hipoparatiroidisme.
2.8 Klasifikasi
Hipoparatiroid
dapat berupa hipoparatiroid neonatal, simpel idiopatik hipoparatiroid, dan
hipoparatiroid pascabedah.
1.Hipoparatiroid
neonatal
Hipoparatiroid neonatal
dapat terjadi pada bayi yang dilahirkan oleh ibu yang sedang menderita
hiperparatiroid. Aktivitas
paratiroid fetus sewaktu dalam uterus ditekan oleh maternal hiperkalsemia.
2.Simpel
idiopatik hipoparatiroid
Gangguan ini dapat ditemukan pada anak-anak atau orang
dewasa. Terjadinya sebagai akibat pengaruh autoimun yang ada hubungannya dengan
antibodi terhadap paratiroid, ovarium, jaringan lambung dan adrenal. Timbulnya
gangguan ini dapat disebabkan karena menderita hipoadrenalisme, hipotiroidisme,
diabetes mellitus, anemia pernisiosa, kegagalan ovarium primer, hepatitis,
alopesia dan kandidiasis.
3.Hipoparatiroid
pascabedah
Kelainan ini terjadi sebagai akibat operasi kelenjar
tiroid, atau paratiroid atau sesudah operasi radikal karsinoma faring atau
esofagus. Kerusakan yang terjadi sewaktu operasi tiroid, biasanya sebagai
akibat putusnya aliran darah untuk kelenjar paratiroidisme karena pengikatan
arteri tiroid inferior. Hipoparatiroid yang terjadi bersifat sementara atau
permanen. Karena itu kadar kalsium serum harus diperiksa sesudah melakukan
operasi-operasi tersebut, tiga bulan kemudian dan sewaktu-waktu bila ada
kelainan klinis walaupun tak khas yang menjurus pada diagnosis hipoparatiroid.
2.9 Pemeriksaan Diagnostik
- Elektrokardiografi : ditemukan interval QT yang lebih panjang.
- Foto Rontgen : sering terlihat klasifikasi bilateral pada ganglion basalis di tengkorak, kadang-kadang juga serebellum dan pleksus koroid, densitas tulang normal/bertambah.
- Laboratorium : Kadar kalsium serum rendah, kadar fosfor anorganik tinggi, fosfatase alkali normal atau rendah.
2.10 Penatalaksanaan Medis
A.Hipoparatiroid akut
Serangan tetani akut paling baik pengobatannya
adalah dengan pemberian intravena 10-20 ml larutan kalsium glukonat 10% (atau
chloretem calcium) atau dalam infus. Di samping kalsium intravena, disuntikkan
pula parathormon (100-200 U) dan vitamin D 100.000 U per oral.
B.Hipoparatiroid
menahun
Tujuan pengobatan yang dilakukan untuk
hipoparatiroid menahun ialah untuk meninggikan kadar kalsium dan menurunkan
fosfat dengan cara diet dan medikamentosa. Diet harus banyak mengandung kalsium
dan sedikit fosfor. Medikamentosa terdiri atas pemberian alumunium hidroksida
dengan maksud untuk menghambat absorbsi fosfor di usus.
Di samping itu diberikan pula
ergokalsiferol (vitamin D2), dan yang lebih baik bila ditambahkan
dihidrotakisterol. Selama pengobatan hipoparatiroid, harus waspada terhadap
kemungkinan terjadi hiperkalsemia. Bila ini terjadi, maka kortisol diperlukan
untuk menurunkan kadar kalsium serum.
2.11 Komplikasi
- Hipokalsemia
Keadaan klinis yang disebabkan oleh kadar kalsium serum kurang dari 9
mg/100ml. Kedaan ini mungkin disebabkan oleh terangkatnya kelenjar paratiroid
waktu pembedahan atau sebagai akibat destruksi autoimun dari kelenjar-kelenjar
tersebut.
- Insufisiensi ginjal kronik
Pada keadaan ini
kalsium serum rendah, fosfor serum sangat tinggi, karena retensi dari fosfor
dan ureum kreatinin darah meninggi. Hal ini disebabkan tidak adanya kerja
hormon paratiroid yang diakibatkan oleh keadaan seperti diatas (etiologi).
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN HIPOPARATIROID
3.1Pengkajian
Dalam pengkajian
klien dengan hipoparatiroidisme yang penting adalah mengkaji manifestasi
distres pernapasan sekunder terhadap laringospasme. Pada klien dengan
hipoparatiroidisme akut, perlu dikaji terhadap adanya tanda perubahan fisik
nyata seperti kulit dan rambut kering. Kaji juga terhadap sindrom seperti
Parkinson atau adanya katarak. Pengkajian keperawatan lainnya mencakup :
- Data Demografi
Identitas pada klien yang harus diketahui
diantaranya: nama, umur, agama, pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, alamat,
jenis kelamin, status perkawinan, dan penanggung biaya.
- Riwayat Penyakit :
- Keluhan Utama
Biasanya Klien merasa ada kelainan bentuk tulang ,
pendarahan yang sulit berhenti , kejang-kejang , kesemutan dank lien merasa
lemas / lemah .
Periksa juga terhadap temuan tanda Chvosteks
atau Trousseaus positif. Kaji pula manifestasi distress pernapasan sekunder
terhadap laringospasme. Pada klien dengan hipoparatiroidisme akut,
perlu dikaji terhadap adanya tanda perubahan fisik nyata seperti kulit dan
rambut kering. Juga kaji terhadap sindrom seperti
Parkinson atau adanya katarak.
Parkinson atau adanya katarak.
- Riwayat penyakit saat ini
Tanyakan pada klien tentang manifestasi bekas atau
kesemutan disekitar mulut atau ujung jari tangan atau ujung jari kaki .
- Riwayat penyakit dahulu :
Tanyakan apakah klien pernah megalami tindakan
operasi khususnya pengangkatan kelenjar tiroid atau kelenjar paratiroid.
Tanyakan pada klien apakah ada riwayat penyinaran pada leher .
- Riwayat penyakit keluarga:
Adakah penyakit yang diderita oleh
anggota keluarga yang mungkin ada hubungannya dengan penyakit klien sekarang,
yaitu riwayat keluarga dengan Hipoparatiroid.
- Pemeriksaan Fisik :
B1 (Breathing) : amati
bunyi suara nafas . pada klien hipoparatiroid biasanya terdengar suara stridor,
suara serak.
B2 (Blood) : amati
adanya disritmia jantung, sianosis, palpitasi
B3 (Brain) : amati
adanya parestesis pada bibir, lidah, jari-jari, kaki. Kesemutan, tremor,
hiperefleksia, tanda chvostek’s dan trousseau’s positif papil edema, labilitas
emosional, peka rangsang, ansietas, perubahan dalam tingkat kesadaran, tetani
kejang
B 4 (Bladder) :
pembentukan kalkuli pada ginjal
B 5 (Bowel) : mual,
muntah, nyeri abdomen
B 6 (Bone) : Amati
tanda fisik, seperti; rambut tipis, pertumbuhan kuku buruk yang deformitas dan
gampang patah, kulit kering. Amati apakah ada kelainan bentuk tulang
(Endokrin) : penurunan sekresi parathormon
dari jumlah normal
- Pemeriksaan diagnostik
- Pemeriksaan kadar kalsium serum.
- Pemeriksaan radiologi.
3.3 Diagnosa Keperawatan
- Resiko cedera berhubungan dengan resiko kejang atau tetani yang diakibatkan oleh hipokalsemia.
- Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan spasme laring akibat aktivitas kejang.
- Intoleran aktivitas berhubungan dengan penurunan cardiak output.
3.4 Intervensi
- Resiko cedera berhubungan dengan resiko kejang atau tetani yang diakibatkan oleh hipokalsemia.
Tujuan:
Klien tidak mengalami cedera dengan kriteria: reflek
normal, tanda vital stabil, makan diet dan obat seperti yang dianjurkan, kadar
kalsium serum normal.
Intervensi:
Intervensi
|
Rasional
|
a. Pantau tanda-tanda
vital dan reflek tiap 2 jam sampai 4 jam.
b. Pantau fungsi
jantung secara terus menerus/gambaran EKG.
c. Bila pasien dalam
tirah baring berikan bantalan paga tempat tidur dan pertahakan tempat tidur
dalam posisi rendah.
d. Bila aktivitas
kejang terjadi ketika pasien bangun dari tempat tidur, bantu pasien untuk
berjalan, singkirkan benda-benda yang membahayakan, bantu pasien dalam
menangani kejang dan reorientasikan bila perlu.
e. Kolaborasi dengan
dokter dalam menangani gejala dini dengan memberikan dan memantau efektifitas
cairan parenteral dan kalsium.
f. Pemberian kalsium
dengan hati-hati.
g. Berikan suplemen
vitamin D dan kalsium sesuai program.
h.
Kaji ulang pemeriksaan kadar kalsium.
|
a. untuk mengetahui
kelainan sedini mungkin.
b. Untuk mengetahui abnormalitas
dari gambaran EKG.
c. Untuk mencegah
terjadinya injuri/jatuh.
d. Untuk menghindari
cedera yang terjadi akibat benda yang terdapat di lingkungan sekitar klien
dan mencegah kerusakan lebih berat akibat kejang.
e. Antisifasi
terhadap hipokalsemia dengan cara penanganan medis.
f. Pemberian kalsium
yang terlalu cepat akan mengakibatkan tromboflebitis hipotensi.
g. Untuk membantu
memenuhi kekurangan kalsium dalam tubuh.
h.
Untuk mengontrol kadar kalsium serum.
|
- Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan spasme laring akibat aktivitas kejang.
Tujuan:
Jalan nafas efektif dengan
kriteria:
a) Frekwensi, irama, dan kedalaman
pernafasan normal.
b) Auskultasi paru menunjukan bunyi
yang bersih.
Intervensi:
Intervensi
|
Rasional
|
a. Siapkan peralatan
penghisap dan jalan nafas oral di dekat tempat tidur sepanjang waktu.
b. Siapkan tali
tracheostomi, oksigen, dan peralatan resusitasi manual siap pakai sepanjang
waktu.
Edema laring:
c. Kaji upaya
pernafasan dan kualitas suara setiap 2 jam.
d. Auskultasi untuk
mendengarkan stridor laring setiap 4 jam.
e. Laporkan gejala
dini pada dokter dan kolaborasi untuk mempertahankan jalan nafas tetap
terbuka.
f. Intruksikan pasien
agar menginformasikan pada perawat atau dokter saat pertama terjadi tanda
kekakuan pada tenggorok atau sesak nafas.
g. Baringkan pasien
untuk mengoptimalkan bersihan jalan nafas, pertahankan kepala dalam posisi
kepala dalam posisi alamiah, garis tengah.
Kejang:
h. Bila terjadi
kejang: pertahankan jalan nafas, penghisapan orofaring sesuai indikasi,
berikan O2 sesuai pesanan, pantau tensi, nadi, pernafasan dan
tanda-tanda neurologis, periksa setelah terjadi kejang, catat frekwensi,
waktu, tingkat kesadaran, bagian tubuh yang terlibat dan lamanya aktivitas
kejang.
i. Siapkan untuk
berkolaborasi dengan dokter dalam mengatasi status efileptikus misalnya:
intubasi, pengobatan.
j.
Lanjutkan perawatan untuk kejang.
|
a. Supaya memudahkan
karena serangan bisa secara tiba-tiba.
b. Untuk memudahkan
dalam tindakan apabila terjadi sumbatan jalan nafas.
c. Untuk mengetahui
suara dan keadaan jalan nafas.
d. Adanya stridor
suatu tanda adanya oedema laring.
e. Kolaborasi dengan
dokter untuk mempertahankan jalan nafas tetap terbuka karena perawat terbatas
akan hak dan wewenang.
f. Agar perawat bisa
siap-siap untuk melakukan suatu tindakan.
g. Untuk mencegah
penekanan jalan nafas/mempertahankan jalan nafas untuk tetap terbuka.
h. Bila terjadi
kejang otomatis O2 ke otak menurun sehingga bisa berakibat fatal
ke seluruh jaringan tubuh termasuk pernafasan.
i. Kolaborasi dengan
dokter dalam hal tindakan wewenang dokter (pengobatan dan tindakan).
j.
Untuk mencegah terjadinya serangan berulang.
|
- Intoleran aktivitas berhubungan dengan penurunan cardiak output.
Tujuan:
Kien dapat memenuhi kebutuhan
aktivitas dengan kriteria:
a) Tingkat aktivitas meningkat
tanpa dispnoe, tachicardi atau peningkatan tekanan darah.
b) Melakukan aktivitas tanpa
bersusah payah.
Intervensi:
Intervensi
|
Rasional
|
a. Kaji pola
aktivitas yang lalu.
b. Kaji terhadap
perubahan dalam gejala muskuloskeletal setiap 8 jam.
c. Kaji respon
terhadap aktivitas: Catat perubahan tensi, nadi, pernafasan, hentikan
aktivitas bila terjadi perubahan, tingkatkan keikutsertaan dalam kegiatan
kecil sesuai dengan peningkatan toleransi, ajarkan pasien untuk memantau
respon terhadap aktivitas dan untuk mengurangi, menghentikan atau meminta
bantuan ketika terjadi perubahan.
d. Rencanakan
perawatan bersama pasien untuk menentukan aktivitas yang ingin pasien
selesaikan: Jadwalkan bantuan dengan orang lain.
e. Seimbangkan antara
waktu aktivitas dengan waktu istirahat.
f.
Simpan benda-benda dan barang lainnya dalam jangkauan yang mudah bagi pasien.
|
a. Untuk
membandingkan aktivitas sebelum sakit dan yang akan diharapkan setelah
perawatan.
b. Untuk memantau keberhasilan
perawatan.
c. Untuk melihat
suatu perkembangan perawatan terhadap aktivitas secara bertahap.
d. Dengan
merencanakan perawatan, perawat dengan klien dapat mempermudah suatu
keberhasilan karena datangnya kemauan dari klien.
e. Untuk mengatasi kelelahan
akibat latihan.
f.
Untuk menghemat penggunaan energi klien.
|
BAB IV
PENUTUP
4.1Kesimpulan
Hormon paratiroid
dapat mempengaruhi banyak sistem didalam tubuh manusia. Efek utama mengatur
keseimbangan kalsium dan fosfat dalam tubuh. Kelainan hormon paratiroid banyak
dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti tumor jinak (adenoma soliter),
paratiroid carsinoma, dan hiperplasia pada sel kelenjar paratiroid yang dapat
mengakibatkan terjadinya hiperparatiroidisme. Hipoparatiroid terjadi apabila
kelenjar paratiroid memproduksi hormon paratiroid lebih sedikit dari biasanya.
4.2
Saran
Melihat dari kasus kelainan pada kelenjar
paratiroid, maka diharapkan para tenaga medis dan perawat harus lebih
profesional dan berpengalaman dalam mengkaji seluruh sistem metabolisme yang
mungkin terganggu karena adanya kelainan pada kelenjar paratiroid. Karena
penanganan dan pengkajian yang tepat akan menentukan penatalaksanaan pengobatan
yang cepat dan tepat pula pada kelainan kelenjar paratiroid.
DAFTAR PUSTAKA
Rumarhobo, Hotma. 1999. Asuhan Keperawatan Klien dengan
Gangguan Sistem Endokrin. Jakarta
: EGC
Smeltzer, Suzzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner & Suddarth Ed.8. Jakarta : EGC.
Hipoparatiroidisme.
http://www.totalkesehatananda.com/hipoparatiroid.html diakses tanggal 1 Mei 2011
Hipoparatiroid http://andysunaryo.blogspot.com/2011/04/askep-hipoparatiroid.html
diakses tanggal 5 Mei 2011
Hiperparatiroid dan
hipoparatiroid http://akhtyo.blogspot.com/2009/04/hiperparatiroidisme-dan.html
diakses tanggal 5 Mei 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar